Sunday, June 12, 2016

Relativitas Mimpi Indah

Perkara sederhana awalnya,
lalu bergulung jadi ombak,
efek bola salju,
meninggalkan kita jadi penimbang sejati.

Lebih baik,
lebih berhak,
lebih mampu,
lebih suci,
lebih layak,
dan seratus tiga puluh tiga,
lebih lainnya.

Hidup itu bukan satu tambah satu,
bukan lagi selalu hitam dan putih,
bicara soal keadilan adalah kita berharap;
singa tidak memakan kita seperti kita tidak demikian.

Begitu kita merasa paling pintar,
paling hebat, paling tahu kebenaran.
Sedangkan yang berlaku di dunia ya cuma satu,
bagaimana menjalankan peran terbaik,
bukan dengan seribu topeng seratus niat,
tapi apa adanya tidak perduli semak belukar.

Sehari semalam, sebulan setahun,
menggapai titik ikhlas hanya bisa dengan pencerahan.
Tidak lain bahwa kita bukanlah satu-satunya di dunia,
bukan satu-satunya manusia, bukan satu-satunya yang ...
penting.

Membuang jauh ke-aku-an, bermain dengan ilmu dasar,
aku, me, ego, diri sendiri, kita hirup dan kita hembus,
lepas bergegas meraih bebas.

Semoga setiap langkah adalah langkah yang menggembirakan,
bukan mencari hiruk pikuk dunia, tapi terkadang diam,
tenggelam dalam sebuah perengungan sederhana,
makna kehidupan (pribadi), perduli setan dengan yang lain.

Membantu lebih baik dari dibantu,
mencinta lebih baik dari dicinta,
merelakan lebih baik dari direlakan,
tangan di atas, tidak saling kenal bersuara,
membiarkan Dia jadi saksi untuk amal ibadah kita.

Dan ikhlas, berapapun timbangannya,
ikhlas dengan secercah harapan,
lengkung senyum di akhir nafas,
sama seperti tiap fajar yang kita sambut.

 #celotehsubuh #seorangsenja