Friday, December 29, 2006

rumah ku, mu dan nya

rumahku satu
dengan bilah-bilah kayu
tempatku menggerutu
bercerita pun mengadu

rumahku satu
tempatku bersimpuh
memetik butir rosarioku
banyak berdoa untukmu

rumahku satu
dimana aku selalu bisa pulang
sehabis memberhalakanmu

maaf
karna aku
mencintai dosaku
mengeja sakit di atas cinta

kau mencuri jiwaku
dalam setiap kalimat tajam yang mengiris
lebih dari makian sebilah pisau

pelan-pelan
melalui tiap kesempatan
kau kira aku tidak tahu
kau tengah mengubahku
jadi manusia yang tak berhati
dan kelamaan tak berakal budi

Wednesday, December 27, 2006

rindu yang tak lagi sabar

hujan di luar menabrak rerumputan
tak lagi lembut
walau seiring dengan kabut
hujan tak lagi sabar
kini lakukan hal sederhana
dengan efek yang maha dahsyat
seperti rasa menggedor dada
biar waktu berlalu cepat
(karna aku rindu!)
Tanpa Kompas dan Warna Putih

gelisah ini sedang beradu pacu
dengan langit yang bergemuruh
ada kuat adu keras
siapa cepat siapa meretas

sulit menyandangkan rindu ini
dengan putih salju
dan angin tak berkompas

tak lagi suci
rinduku tersaring dari birahi
tak lagi bebas
rinduku bermuarakan kamu
di seluruh penjuru
yang lagi-lagi tak bernama

semua nyata dalam perihnya
kehilangan yang buatku terhempas
merindu kamu
bisa buatku mati biru
Rekoleksi

Malam sunyi begini, banyak hal yang kuingat.
Apalagi angin sering membawa cerita,
mainkan dengan tempo selagi dia ingat.

Bila cepat, nafasku sering tergagap,
kilasan yang bising seliweran,
di fikir dan hati.

Ada rasa kangen yang merayu,
ragu yang ambigu,
dan juga jeritan pasrah,
yang mau kubuang bersama gelisah.

Bila melambat, aku juga sulit bernafas.
Scan otak sudah tidak bisa lari,
sedikit-sedikit berhenti,
lalu sana sini kembali sepi.

Berkumpulnya hawa dingin dari penjuru rumah,
membuatku merasa lebih baik di luar sana.
Mungkin sampai subuh kembali menyambut.

Kaki telanjang menyapu rerumputan.
Malam yang masih saja sunyi.
Siapa tahu masih ada kepingan cerita lain,
yang bisa kukumpulkan di balik ranting cemara.

Tuesday, December 26, 2006

Untuk Adyaksa..

Abangku sayang,
si pembawa mimpi terbang.
Kata Ibu dia malang,
makanya terus hilang...

Dari lima belas tahun yang lalu,
menjelang tahun baru,
satu, satu, persatu...
tidak ada pinta yang baru.

Hanya ingin dengar sumbang lagu,
yang dinyanyikan asal di depan rumah,
tiap malam hingga kantuk mengajakku lengah.

Suaranya mirip suara abang,
disela batuk yang juga serupa.
Mudah-mudahan itu benar,
ya memang abang.

Sekarang abang sudah pulang.
Diberi nama, cerita dan doa.
Tapi abang masih terbang,
dengan tali di kaki dan asa didulang.

Sampai penghujung tahun ini,
mengikis pinta jadi mimpi.
Tiba-tiba sayap abang jadi sayapku,
berpindah tuan meminta keliling.

Monday, December 25, 2006

Kado Nomor Wahid

Kerlap kerlip kuambil dari bintang,
kali ini yang melekat tak bisa hilang.
Kita menang 1-0 dari waktu.

Pitanya dari kelopak lili,
hijau putih tanpa duri,
bunga kesukaan kamu.

Sayang sekali kau tidak datang,
hingga kini senja menjelang.

Terima kasih untuk kadonya,
aku jadi lebih berani,
menghadapi rasa sakit.
Hari ke -25

Suatu hari di sebuah bulan,
bikin aku jadi punya alasan.
Menciummu di bawah mistletoe!

Sunday, December 24, 2006

Anoda dan Katoda

Baby, gunakan sedikit otakmu.
Kiriman lagu saja tidak akan cukup,
untuk pisahkan elektroda.
Semua adalah Kamu

Bau parfum selewatan milik orang sebelah di bioskop.
Kunang-kunang yang menabrakkan diri pada kaca mobil.
Sinar mercusuar yang mencari aku dalam gelap (atau sebaliknya?).
Seperti kalimat cinta, masih menggantung di ujung lidah.

Saturday, December 23, 2006

Sepotong Kisah di Kamboja

Kalau hidup adalah sungai Chrap Chheam,
apa istimewanya jadi perunggu pun batu,
mematung berlagak budha,
tidak bisa ikut kau bawa pulang,
sehabis esok menjelang.
Sisa Waktu dan Usia

Kau itu seperti nenek saja,
tidak perlu keriput dan kursi goyang,
tapi selalu jahitkan waktu perca,
berikan aku sisa-sisa.

Wednesday, December 20, 2006

Sekumpulan Krayon di Tangan Bidadari

Aku berbincang dengan seorang bidadari.
Berbaju bungabunga warna hitam putih saja.
Tapi senyumnya, binar matanya..
sungguh dia tlah menurunkan pelangi,
mewarnai baju bunganya jadi warnawarni.

for my dearest Deyra..
:: di ruang tunggu dokter ::

Kemarin mimpicinta ingin pindahan,
tapi tidak ada tempat lagi di bagasi mu.
Lalu kusimpan saja di rangka otak ini,
yang turun dan memampatkan hidung.
Kamu itu mirip sinus,
lamalama mengganggu nafas ku.
Sesal di Lintasan Maaf

Aku berlari dengan kaki satu.
Sekencang-kencangnya angin ikut berlalu,
lama nanti baru tumbuh kakiku.
gelas rasa (di tangga kampus)

Carikan aku sendok, tolong dan cepat!
Atau batang serai juga tak masalah.
Biar kuaduk kau larut dalam gelas rasa ini,
dihidangkan selagi dingin walau tak terlalu manis.
Berdua pasti cukup tuk hancurkan hening kaku,
yang dipintal oleh kesalahan dan waktu.
melekatlekat di dinding

Jadi ingat waktu SD dulu,
siapa yang nakal dihukum duduk menghadap sudut.
Sekarang juga ada sudut di depanku,
rasa-rasanya dulu berwarna putih polos,
tapi kini seperti palet cat minyak.
Dengan warna-warna yang tak mau hilang,
dan kilasan frame yang mirip sebuah film.

Monday, December 18, 2006

Amnesia dan Perjalanan Kereta

Kekasihku bergandeng tangan dengan kenangan.
Seketika ini baru kutahu, kereta tlah salah jalan.
Mau tak mau, satu dari tiga harus turun.
Tak bisa lagi seiring sejalan.

Aku dan kau, tanpa kenangan.
Kau turun, tinggal aku dan kenangan.
Aku turun, (mungkin) aku akan dikenang.
resolusi lumpuhkan merahputih

Dua lengan yang menggemuk,
tepat untuk diserbu,
tuduhan-tuduhan menggerutu.

Perut membulat,
mengisi penuh celana,
saku kanan kiri tak terlupa.

Wajar saja dikatakan maju,
wajar saja diratakan serdadu,
wajar saja semua media jadi bisu.
Pikiran adalah Pencahar

Semediku kurang lama di toilet hari ini.
Merenungi legit yang kumakan kemarin,
nampaknya semua habis dimangsa pikiran.
Cerita Berbangsa dan Bernegara

1.
Jakarta yang dulu kukawini,
bukan sekali tapi dua, tiga kali.
Sampai berkali-kali kawin mengawini.

Jakarta lelah, hendak membuang sepah,
tertawa-tawa dengan mulut bau sampah,
tidak lupa sumpah serapah..

Muak sudah dengan tenang yang kucari,
sampai ujung rambut berdiri.

Jakarta raya, menidurkan mimpi-mimpi.
Dengan tatapan dingin, derita tak terperi.

2.
Aspal yang sama, terbentur ban mobil sudah untung,
bila derita, cerita, air mata, itu baru buntung.

Jembatan yang sama, menjembatani fungsinya.
Tentu tuk permudah, bedakan satu dari yang lain.
Yang lewat di atasnya dan yang tinggal di bawahnya.

Taman kota yang sama, hijau berganti coklat,
meranggas siapa yang perduli, dan kini penuh dengan kabut (asap).
Pemulung butuh tempat tinggal,
bangunan rumah pak menteri dari semen dan beton,
tidak bisa dibongkar dan dijadikan gubuk,tuan..!

Sunday, December 17, 2006

tetap terbang tanpa sayap

sayapku patah, kataku.
memang tak tumbuh sebelah, katamu.
marilah sini, berikan tumpangan.
satu kursi sudah cukup, dengan sebuah nomor penerbangan.
ingin cepat pergi, walau tetap tak tahu diri.
satu kursi kuanggap cukup, menyurutkan langkahmu lari.

Saturday, December 16, 2006

e.k.s.t.a.s.e

Malam ini aku mengutuk hari, dimana kesadaran melarikan diri.
Meninggalkanku sendiri, tak berdaya atas apa yang terjadi.

Kamu.
Tatap mata yang membutakan amarah,
menghadirkan jutaan gelisah,
tanpa tahu arah.
Biar rinduku saja yang mengetuk jendela pagi tidurmu. Lalu mimpi datang serampangan dan hadirkan ku hanya tuk datang dan kenakan selimut pada lelapmu. Jangan biarkan nyenyak melenakanmu. Biarkan aku menyusup dalam tidurmu, membangun cerita muskil bersamamu.

Thursday, December 14, 2006

Reffrain Nyanyian Hati

Dari sekian banyak lagu,
kalimat Mario Winnans tak berlalu..

Kembalikan nada pada partitur,
dan kata pada kalimatnya...
lalu aku, pada kenyataan.
Rok mini di awal tahun lalu...

Tadi pagi kutemukan frame yang tlah lalu.
Melekat di lemari baju yang lembam.
Bisa kau tebak apa itu...?
Rok mini berwarna hitam!

Jahitan kaku ingatkan pada imajimu.
Pudar dari hitam warnanya,
ah itu niatmu yang berlengkesa.

Kugoda kau dengan putih pualam,
yang membuatmu mengerling semalaman.

Wednesday, December 13, 2006

Bicara tentang sifat...

Tidak ada itu yang namanya habitus.

Kau hancurkan hidupku,
dan membangunnya kembali.
Hanya dalam semalam.

Sunday, December 10, 2006

Pesan (tidak) terkirim!

Hanya kuminta secarik kabar,
berupa corat-coret ataupun titik,
di kertas karamel, dari kedai kopi sendja tadi...

Sampai-sampai,
aku sudah lelah meminta.

Friday, December 08, 2006

Dear cantik...,
(yang tak kutahu kau iblis)

Maafkan untuk dulu dan dulu,
semua indah yang bercampur baur,
konkuren dengan logikamu.

Dengan saputangan bercorak,
korek api kayu, satu set kartu,
koin, tali dan sendok.

Aku yang iblis, kau lihat cantik.
(mungkin ini yang kau mau)
Atau memang aku iblis yang cantik?

inspired by one hell of a song and arri dkk

Thursday, December 07, 2006

Mari kita (berpikir untuk) berdoa!

Memikirkan tuhan hari ini,
dengan huruf t kecil.
Bisa jadi kamu itu ilham,
wahyu yang diturunkan untuk ku.
Sayangnya aku tak lagi manusia,
yang dapat merasai, membaui mimpi-mimpi.
Hari ini dimasa lampau..

Ingin menyatakan hari ini sama dengan kemarin,
sama dengan sebulan lampau, dan setahun yang lalu.

Memenjarakan logika pasti pada apa yang disebut imanen,
sayangnya aku sudah tenggelam dalam ketidaksadaran.

Tuesday, December 05, 2006

Lingkaran

Karma berbalik terlalu cepat.
Asap membunuhmu,
sebelum kertas yang kau bakar,
habis menjadi abu.
Dermaga itu, titik.

Membaca gemuruh dada dengan gugup.
Tertawa saat telapak bertemu, rasanya geli.
Dirangkum dalam senja, mari kita pulang.

Dermaga itu, kini titik.
Mencoba menyusun kata bosan di sela alismu yang kian menghitam, merujuk pada sepasang mata yang sudah lama menjadi bayang tanpa sinar adanya.
Here, there and everywhere...

Ungu masih melekat di ujung bianglala,
walau nyaris tak pernah menyapa si merah.

Monday, December 04, 2006

Mata Kaca dan Beling Cinta

Maafkan aku, air mata..
Kaca yang jadi beling,
tlah melukai hatimu.
Tak hanya sobek tanganmu.

Kaca yang jadi beling,
mencuciku bersih...
hingga hilang sembilan puluh sembilan,
kepribadian buruk lainnya.
Gubahan tanpa cerita..

Aku yang entah,
kau yang kini terserah.

Katakan caranya,
agar rasa tak pernah punah.
Atau setidaknya kita berhenti bertukar resah.

Tuesday, November 28, 2006

Melihat dan Bertanya

Diberikan anugerah, nyaris seperti diuapi,
dengan mahkota aura yang luar biasa,
agar penglihatan jujur adanya, dan baik.

Untuk memudahkan, dan tak berlaku Tuhan.
Untuk membahagiakan, dan tidak menelanjangi.
Untuk menguasai rasa, dan tidak berburuk sangka.
Untuk mengajak bicara, karna dua arah adalah baik adanya.
Doa Buku Telepon Saku

Hari ini setelah sekian lama aku berdoa,
hanya satu kata yang singkat,
yaitu bahagia.

Untuk Allah,
buat kamu,
dari aku.

Isi doa mirip buku telepon saku magnetik. Pada cover depan, hanya digantungkan satu kata. Tapi begitu kau membukanya, ada satuan..belasan..dan kalau bicara tentang pinta, ya aku maksud puluhan.

Bahagia.
Bila mendungnya hari membuat kau susah.
Bila kopi nikmat disajikan pada gelas styrofoam.
Bila aku ada dan tidak membahagiakanmu.
Bila...bila...bila...

Aku masih berat tuk mengatakan,
Auf Wiedersehen, Lieber.

Friday, November 24, 2006

Dalam hujan renik aku melunturkan air mataku jauh sebelum maskara cokelat karamel terduduk lemas di tepian pipi yang kini sudah jauh dari semu merah seperti saat kita pertama bertemu..

Saturday, November 18, 2006

Semua adalah Anjing

Katanya semua orang itu anjing.
Anjing pada kaki yang mudah berlari,
lidah yang suka menjilat,
gigi tajam yang mampu menggigit,
anjing, anjing, anjing!!

Dan pernah memang ada satu anjing,
yang bersabda bahwa tulang tidak baik.
Untuk kesehatan, apalagi hawa nafsu.

Malam ini teman anjingku yang sama,
bilang dia doyan tulang! Sial!

Wednesday, November 15, 2006

Aku ingin habiskan hari-hariku sampai tua dengan percintaan denganmu. Di dalam cangkir, hangat sudut perapian, lampu neon pada teras rumah, dan kerlingan pohon bambu yang beradu tatap mesra dengan angin malam. Dalam sunyi pun riuh gemuruh, mungkin cinta kita bisa seperti lampu kristal.
Rinduku Semalam

Seperti paruh bulan yang dimakan gelap malam,
sebuah mimpi yang terbang jauh tanpa sayap.
Kamar Lima

Diam saja, jangan bicara cinta.
Sedari tadi kamar merah berceceran kata.
Ada yang menyangkut di bawah pintu,
di kolong sofa, pada kaca jendela,
dan cermin yang nyaris runtuh.

Ada bekasku padanya,
ditulis dengan gincu merah,
diakhiri tanda seru.
Mungkin pangeran tampan dengan kuda peraknya mulai lelah berhenti di ujung gang, karna takut peri malam kan mengubahku jadi semangka lewat tengah malam, yang tak bisa kuakali lagi dengan tali rambut tuk naik ke atas menara.

Kalau kau tahu betapa besar cintaku,
ribuan kastil bisa kau bangun dengannya.
Sayang cintaku tak bisa dinominalkan,
apalagi dibeli.

Saturday, November 11, 2006

Kemeja Pelangi

Pak guruku yang berwarna.
Beda hari beda emosi beda warna kemejanya.

Tempo hari pak guru kenakan biru langit,
yang kutebak dicurinya dari kanvas matari pagi,
diam-diam dengan kecepatan tinggi.

Seminggu yang lalu merah muda warnanya,
seharum gulali di pasar malam dekat rumah,
semesra senyuman gadis perawan dikala jengah.

Hari ini tidak tahu kenapa, pak guruku nampak murung,
bukan hanya warna kemejanya yang abu,
mukanya pun jadi seperti batu.

Tapi tak mengapa,
kata ibuku tidak ada yang lebih menyedihkan,
dari mereka yang berpakaian putih-putih.
Mataku yang tertusuk pulpen menghisapnya dalam hingga mataku yang buta kemudian mengajarkanku tuk menulis dengan pulpen bertinta air mata.
Kamu adalah baris, gerutuan titik dan tanpa tanda tanya.

Friday, November 10, 2006

Kaki Empat Penyaru

Kamar tidurku tidak terlalu kecil,
namun entah kenapa sekarang terlihat mungil.
Ada sebuah tempat tidur yang maha tahu,
yang punya telinga, mata dan mulut dia mengaku.

Subuh aku bangun karna gemerisik,
heran kebingungan lalu semua orang turut menilik.
Atas dasar apa aku terusik.

Malam, pulang karna lelah,
masih saja dia cari celah.
Mengeluarkan bunyi-bunyi aneh.

Tertidur entah posisi apa,
tempat tidurku selalu merasa esa.
Saya paling tahu dia sedang apa,
mimpi apa dan bersama siapa.

Mungkin besok harus kupotong kaki tempat tidurku,
biar kuyakin dia tidak lebih dari benda mati yang menyaru.

Thursday, November 09, 2006

Lirih Ketiga

Ingin jadi kalajengking itu,
yang kau bunuh dengan setengah kaleng baygon.

Tidak ada ruang gerak lagi,
mati terpojok.

Nyatanya hati ini berontak,
masih mau mencintai dengan bebas.

Selamat menikmati,
kita semua menderita.
Kontras

Kalau para pembaca lebih suka foto daripada kata,
padahal mereka bukan penikmat cahya...

Dimana letaknya aku,
yang bisa bercerita tentang lelucon selembar daun,
dalam perseteruan pohon dan ranting,
tanpa harus perlihatkan pagi pun malam?

Aku tidak suka menggambarkan bentuk,
mungkin aku tidak bisa...
aku hanya ingin merasakannya.

Tuesday, November 07, 2006

Tiga Persamaan

Aku temukan kata cinta,
di balik bantal guling,
selimut perca,
dan seprei yang masih hangat.

Aku temukan kalimat rindu,
saat kantuk menyerang,
mata memerah,
dan kuap sesekali menyela perbincangan.

Terakhir dan nyaris sama,
pembicaraan nurani dengan nurani,
di akal yang nyaris mabuk,
oleh segelas campuran nuport.

Kejujuran meluncur begitu saja di balik sumpah serapah.
Dalam aura pagi hari, kantuk malam hari,
dan diri yang setengah sadar karna alkohol.

Terima kasih untuk sebuah kejujuran.
Loncat Pagar

Tidur yang nyenyak.

Ingin bisa gantikan lelah hari ini,
turunkan purnama di sebelah wajahmu,
biar kau tahu hari sudah larut.

Sembari pandangi sinarnya yang jatuh,
menepiskan semua lingkar gelap di bawah mata,
tinggalkan jernih retina yang jadi canduku.

Tidur yang nyenyak,
kalau perlu kubawa pergi matari pagi,
agar tidurmu bisa sedikit tenang.
Request by sms

Mari sini kugantikan lampu kamar mandi mu,
kuhilangkan pegal-pegal setelah kau fitness,
dan kubunuhkan kalajengking yang buatmu takut!

Lalu nanti gantian kau bunuh mimpi-mimpiku,
apa yang seharusnya tidak pernah tumbuh,
tapi kini aku bersyukur memilikinya.

Sunday, November 05, 2006

Empat Keajaiban

Bagaimana melukiskan langit,
dalam kanvas putih kapur?
Dan definisikan oranye senja,
yang mampir di bias matamu?
Separuh Minggu

Tidak ada yang sama lagi.
Bahkan kadar gelisah yang mengganggu,
benar-benar melonjak tinggi,
seperti kolesterol bulan lalu.
Two sides of a coin

Cinta yang membuatku ingin mati muda.
Ingin melepas semua mimpi yang menyiksa bangunku.

Cinta yang menghidupkan,
dan kini sewaktu-waktu bisa membunuhku.

Saturday, November 04, 2006

Kesal dan Sesal

Nyaris tak tertahankan,
aku hampir menuhankan kau,
yang kini tak lebih dari serpihan mimpi,
layaknya remahan di tepi bibirku.
Sayangnya bukan aku yang mengecap,
mengunyah dan nikmatinya.
Satu-Dua

Katakanlah yang benar di atas yang baik,
pun jangan lupakan yang baik di sela benar mu.
Sebuah pelajaran yang menyakitkan buatku.
Pilihan

Mencintai diriku,
berujung kehancuran.
Mencintai dirimu,
memberiku hidup.

Mencintaimu dan bersamamu adalah surga.
Tidak bisa bersamamu adalah neraka,
padahal belum saatku untuk mati.
Sebutan Baru

Adalah suatu hukuman.

Untuk menghirup udara pagi,
dan merasakan panas matari,
yang suam-suam kuku...

Untuk menikmati air hujan,
yang menerpa wajah perlahan,
renik demi renik membasahi kening...

Hari yang tetap menjadi hari,
indah yang selalu indah,
walau kurang esensinya.

Dan aku dipaksa, terpaksa,
menikmatinya sendiri.

Friday, November 03, 2006

Perfect Match

Aku itu seruas buluh yang berlubang,
diam saja tak pergi kian kemari,
menunggu selintasan angin yang bertiup,
hingga BUNYI!
Time After Time

Terlalu banyak tatap mata,
dengan artian sebesar jagad raya.
Terlalu panjang daftar lagu,
yang dijadikan cerminan rasa.

Thursday, November 02, 2006

Cerita Siapa

Dulu aku bercerita tentang gajah meta,
dia mengamuk dan jatuh gila,
karna dibuang oleh kawannya.

Mungkinkah gajah meta tengah berkata,
ada seorang dalang yang digelar oleh wayangnya.

Pementasan yang bodoh,
karna dialah satu-satunya,
yang empunya cerita.
Kejujuran Kalimat Picisan

Dulu aku menunggu hari ini,
dimana temanku hanya lantunan frase,
terngiang-ngiang dan dalam keheningan suara.

Pagi, siang dan malam,
saat tak kurasakan lagi lidah yang ingin mengecap,
rangkum tangan yang ingin memeluk,
dan berharap inilah mati rasa.

Nyatanya aku tetap hidup.
Mungkin compang camping,
kurus kering nantinya,
dan bersin ratusan kali sehari.

Tapi tetap hidup,
untuk (menunggu) kamu.
Sebuah Renungan Bau

Hari ini aku terbangun,
dan nafasku bau kamu.

Masuk ke kamar mandi,
tidak ada lagi bau karbol,
baunya berganti kamu.

Lewat lemari baju,
pewangi melatinya sudah habis.
Tersisa bau kamu.

Mungkin hari ini aku pergi.
Atmosfer mobil masih sama,
dan abu rokokmu yang biasa menempel,
pastinya akan bau kamu.

Tuesday, October 31, 2006

Api dan Air,
tanpa abu

Hitam jelaga,
api yang singkat,
kobaran nan dahsyat...

Ingin gumpalkan awan sesal di benak,
lalu turun luruh jadi hujan di sudut mataku,
hapus sisa abu di wajah dan hatimu,
saat aku memelukmu.
Healing

Tidak akan pernah sama,
bahkan bila benangnya adalah sutera.

Rindu sekali beradu bibir di balik pagar rumahku,
spontanitas percintaan yang meletup-letup.

Senyumanmu, kudambakan sangat!

Monday, October 30, 2006

Adrenalin Tak Henti

Bak kuda yang berpacu kencang,
menuju garis finish yang bergerak terus,
berlawanan dengan angin yang menerpa wajah.
Semua terasa lebih memburu, biru.

Sunday, October 29, 2006

Satu-satu

Tidak usah bicara cinta hari ini,
aku ingin berikanmu nyaman,
setingkat rasanya dengan aman.
Ngilu

Rasa yang kuat ini,
pilu jantungku.
Lebih baik kehilangan diriku,
daripada kehilangan kamu.

Wednesday, October 25, 2006

Kepemilikan

Aku ini pencuri,
sejak enam bulan yang lalu.

Kini tengah membuat NPWP,
supaya tidak ada yang aku-mengaku.
Atau seyogyanya, hak paten itu perlu?

Ah, matilah aku dalam kekhawatiran.
Walk on by...

Entah menahannya dengan apa lagi,
sepertinya lengan ini sudah mau patah.

Berdiri dengan kuda-kuda, sudah.
Menguatkan bisep trisep, sudah.
Memusatkan konsentrasi, sudah.

Pergilah sana, bila ingin.
Sepasang tangan saja tak mampu menopang,
suatu hubungan yang selalu di ambang batas.
Setipis Benang

Tolong berhenti disana,
persis di belakang garis.
Dan tolong berhenti mencintai aku.

Bukan mencintai yang selewatan angin,
atau saat matari sedang indah-indahnya.

Tapi mencintai yang satu paket,
lengkap dengan emosi-emosi ajaib itu.
Aku tidak menyukainya,
sungguh!

Cintai saja seadanya aku,
ala kadarnya, tanpa lebih-lebihan.

Terlalu mencintai aku,
akan menggusurnya menjadi benci,
sewaktu-waktu,
semau-mau kamu!

Monday, October 23, 2006

Nada Kata Rasa

Akan kutuliskan sebuah lagu,
tentang keriap di pagi hari,
tanpa terusik seharian yang menanti,
dalam beragam ketukan mimpi...

Mungkin tidak rapih,
selalu sulit kompak nada,
atau mungkin menggesa.

Hanyalah sebuah tanda,
terkadang alam turut bercanda.

Thursday, October 19, 2006

Finished

Malam ini kutemui mimpimimpi jatuh,
pada tangan yang terbuka lebar,
nyaris memeluk sebuah keajaiban.
Kabar Hari Ini

Bila hidup lebih menakutkan daripada kematian,
hidup tanpamu jauh lebih mengerikan lagi...

Saturday, October 14, 2006

Kalian yang satu...

Coba tolong dengarkan,
sekali ini saja.

Jangan biarkan cerita yang tak utuh mengempa,
sebarkan prasangka dan emosi yang tak bijak.

Dengarkan saja,
hati nurani yang bicara.
Catatan pantai

Kembalikan aku April tahun lalu,
dengan genggaman aroma laut di pangkal hidung,
dan senja yang surut seiring dengan khawatirku.

Wednesday, October 11, 2006

Cinta dan zina

Aku ingin disebut durjana,
satu-satunya yang mencuri tenang,
di kala diam hadirkan degup jantung.
Aku ini durjana yang jatuh cinta,
sungguh tak sama seperti dukana.

Monday, October 09, 2006

Fitnah

Katakan padaku,
apalah arti sebuah penghinaan,
atau malah hanya prasangka,
di atas sebuah foto bukan hitam putih,
satu-satunya firasah aku sedang tersenyum?

Friday, October 06, 2006

Equal

Kalau air mata sama berharganya dengan minyak,
sesak dan pilu akan sama dicarinya seperti kemiri.

Tuesday, October 03, 2006

Beranjak

Aku takut hari-hariku akan segera habis.

Layaknya rokok filter yang tertiup angin,
pun cerutu yang dinyalakan,
dan dibiarkan menahun.

Bulan-bulan yang luar biasa ini,
masih tetap dihitung hari per hari,
dan nyatanya adalah berjalan setahun.

Aku masih belum mendengar bunyi keretamu.

Monday, October 02, 2006

Sebatas senja

Aku ingin cintaku serupa sinar matari.

Yang menyambut pagi tanpa kekesalan kemarin.
Yang undur diri karna tidak ingin merusak kenangan indah.

Yang kau tahu akan tetap ada di luar sana,
walau tengah berlindung di balik payung,
pun awan yang bergerak.

Yang menghangatkan dan cenderung bermusim.
Kadang lembut menyapa bangun pagimu,
kadang pula bisa merah memanas karna emosi.
Story book children

Aku ingin menulis sebuah cerita,
tapi yang indah-indah saja.
Yang tidak tragis, tidak ironis,
walau sedikit miris.

Bila terpaksa, dibuat saja cerita tanpa tanda titik.
Biar tidak ada akhir yang menyedihkan.
Atau tanda koma, yang membuatmu bertanya,
ada apa setelah itu.

Mungkin lebih baik, aku diam saja.
Biar burung gereja yang cerita...
Nanti di suatu pagi, yang aku sebut beruntung.

Thursday, September 28, 2006

...

Tuhan, aku lelah.
Tidak bolehkah aku menyerah,
dan tak sekedar berlaku pasrah?

Tuesday, September 26, 2006

Time after time

Sudah lama aku tidak mengucapkan kikilauan.

Sama seperti kilau lampu di pohon cemara,
bintang jatuh serupa meteor di langit gelap,
dan matamata yang membuatku tersenyum malu.

Monday, September 25, 2006

Semua bisa menulis

I.
Sebutlah karya itu menentukan,
lalu kau boleh menjual lebih dari yang ada,
delapan cerpen dan sepuluh puisi.

Apa itu bunga, jamur dan petir,
yang kau lukiskan diantara kata,
menghias amarah dan sumringah,
di atas sebuah pohon,
(dan masih angin membuaimu).

Maafkan aku yang telah merusak sebuah cerita.
Tapi tolong buatkan tanda titik,
jangan biarkan kata jadi kalimat,
dan terbuang pada kertas buram saja.

II.
Mari hari ini aku berikan waktu,
membaca sebuah buku milikmu.

Mungkinkah ada namanya,
seorang yang mencintaimu sangat,
tapi kau sia-siakan begitu saja?

Saturday, September 23, 2006

Rindu membaui kamu

Nyaris kucium bau hujan,
walau langit gelap tiada merah,
dan keretamu masih lama tiba.

Ataukah itu, air mata yang mengembang,
tak kunjung jatuh hingga nanti?

Friday, September 22, 2006

Prakarya

Tutup saja matamu.
Biar angin membawamu pergi,
merepih mimpi yang tak kunjung usai.

Seharusnya ini malam kita,
merajut bulan dan langit,
bisa juga sekumpulan bintang,
dari bayangan air kolam,
tanpa tepian rumput sekalipun,
tanpa mereka.
I.

Bisakah sekali ini tidak usah pakai meteran,
penggaris, timbangan, dan bahkan pengukur suhu?

Lelah sekali rasanya bila selalu melihat ke cermin.
Mencari aku yang lebih baik disana,
atau pembanding yang tiada pernah surut.

II.

Kamu kan tidak tahu,
ini kerut dekat mata ada karna kau,
membuatku sering tersenyum.
Berat badan naik lima kilo juga karna kau,
bahagia membuatku menelan semuanya.

Kalau nasi sisa kemarin saja jadi enak,
tahu kan betapa mudahnya aku gemuk karna kamu?

Setelah itu, mari kita bicara mengenai kecantikan.
Siapa yang tahu?

Di balik kuning kamboja,
yang indahnya nyaris seperti senja,
kau pastikan itu bukan bunga palsu.

Tercium wangi semerbak,
keningmu lalu berkerut.
Tatap mata bertanya padaku,
apakah hendak membuatmu bersin.
Lupakah aku pada alergimu?

Belum sampai semenit,
aku tahu kau pasti tanyakan.
Apakah itu tulen atau persilangan,
akar tempel atau tanam.

Semua ada untuk dipertanyakan,
entah kenapa juga untuk diragukan.
Sama seperti hati dan perilaku aku.

Wednesday, September 20, 2006

Cerita lain

Jelaskan pada logika,
bagaimana bisa aku terbakar,
dan tak jadi serupa arang.

Asap dan abu sedikit pun tak ada,
padahal aku tahu cerita itu.

Kisah usang rama dan shinta,
yang rupanya bualan belaka.
Api tak melahapnya,
tapi dia tetap terbuang.

Denganku,
rupanya nasib berkata lain.

Saturday, September 16, 2006

Cetusan

Ingin sekali bisa berkata,
tutup mata dan anggaplah ini semua mimpi,
yang indah pada percikan kembang api,
balon udara yang membumbung tinggi,
dan mungkin bau cendana yang merasuk.

Ingin sekali,
bisa berkata...

Aku sudah berhenti mencintaimu.
Tanpa huruf UN

Aku bisa salah kata,
salah ucap, salah aksi,
dan salah waktu.

Tapi tidak mungkin salah rasa.
Memujamu setinggi ayunan bintang di langit!

Saturday, September 09, 2006

[kosong]

Tidak ada tulisan hari ini.

Sebagaimana kamu tidak lagi mengotori dinding kamarku,
dengan bayang muka bayang tubuh bayang rasa,
dan juga suara berat milikmu,
ataukah ini sumpah serapah ku,
yang sudah menyerupai dendangan.

Sebagaimana aku ingin berhenti merindukanmu.
Maka hari ini aku harus konsisten!

Thursday, September 07, 2006

Alokasi

Dimana itu bintang jatuh.
Katamu, tidak pernah ada lagi.

Kau pasti salah.
Maaf sayang, salah ya salah.

Tiap hari ada bintang jatuh,
tepat di tempat tidurku.

Karna tiap malam aku tidur,
berselimutkan mimpi tentang kamu,
dengan lengkung senyum sempurna,
karenamu jua.

Apalagi namanya,
kalau bukan bintang jatuh?
Hari ke 8

Tiap hari kau buatku mati kebingungan,
tak tahu harus menjawab apa.

Tentu hari ini lebih dari kemarin,
lebih manis, lebih berkenan,
lebih lengkap, lebih bahagia,
nyata adanya.

Apa pertanyaan kamu tadi?
Hari mana yang paling indah?

Wednesday, September 06, 2006

Mutlak

Oh, waktu yang licik,
menikamku dari belakang,
dan bahkan dari penjuru arah.

Meninggalkanku lelah,
tak berdaya dan tua,
pada akhirnya.
Hari ini dan nanti..

Selamat siang, Bu...

Aku baru saja pulang.
Katanya hari ini kaos kakiku belang sebelah,
kelerengku tidak genap selusin,
dan bajuku lusuh sekali.

Esok nanti apakah sama Bu,
rok yang kupakai terlalu panjang,
baju ini kekecilan,
make up luntur sebagian,
terutama mannerku berantakan.

Apakah benar Bu,
aku terlahir tak sempurna,
dan mati sama adanya?

Tuesday, September 05, 2006

Shock

Rupanya sudah tidak kuat.
Dada kiri semakin lemah,
entah sisi otak mana yang lalim.
Sembilan dan lima

Maafkan untuk lima meter jarak yang ada.
Tengah mengecilkannya dengan air mata.
Yang entah mengapa enggan mengalir perlahan.

Monday, September 04, 2006

Suara hati(ku)

Ada nyanyian di balik angin,
hembusan sama yang kerap mati,
mungkin karna usia.

Bunyi rindu yang teramat sangat,
sama kencangnya dengan debar jantung,
saat nanti kita bersatu lagi.
p u l a n g

Rindu sekali.
Tak hanya puluhan kali.

Mungkin sama banyaknya,
dengan jumlah pasir di dalam botol,
yang kau beri tempo dulu.

Lelah berhitung,
kukeringkan saja air mata.
Yang dalam perjalanan,
mengering kemudian mengkristal.

Kuletakkan di atas langit,
untuk menjadi pijarmu saat pulang.

Saturday, September 02, 2006

Anekdot yang janggal

Ceritakan aku mimpi burukmu.

Saat hijau tak lagi bersanding dengan rumput,
halus pergi jauh dari kain sutera,
dan semua merepih begitu saja.

Kamu tidak pernah tahu,
aku tertawa diam-diam.

Friday, September 01, 2006

Sebuah balasan

Tinggallah selama yang kau mau,
di bawah temaram alis mataku.

Biar hujan reda barang sejenak,
tak membawamu pergi dari ingatan.

Hentikan sembunyi itu,
tawa ini tidak hadir untuk tutupi rindu.

Biarkan bebas, lepas, berkendara angin,
nikmati waktu yang tersisa.

Wednesday, August 30, 2006

Matari (ku)

Siapa yang mematikan lampu?

Ataukah di luar sana ada gerhana?

Semua tiba-tiba menjadi gelap,
nyata adanya saat kau menutup mata.

Mereka pasti mencari kamu,
karna matari yang kau sembunyikan,
tepat di balik kelopak mata.

Monday, August 28, 2006

I.

Sulit sekali mengeja mu,
ujung rambut hingga kaki,
dirangkum jadi satu nama,
dengan ribuan definisi.

Dan kelas berhitung yang selalu gagal,
dengan angka nol yang luput,
digantikan oleh satu sampai sembilan.

Selalu banyak,
dan melelahkan.

Menghitung gembira ku,
atas mu.

Saturday, August 26, 2006

Runaway tripper

Kamu yang kesepian,
lalu salahkan satu kota bertajuk sepi,
dan membakar-NYA hidup-hidup.

Padahal kamu yang lari dariku,
lengkap dengan satu ransel kekhawatiran.

Memberi KO pada bahagia,
hanya karna masa lalu.
Cinta yang mengkhawatirkan!

Sesuatu yang lebih ajaib dari topi tukang sulap.
Bukan merpati atau kelinci yang meloncat keluar.
Tapi rasa terdalam yang sangat rentan.

Hari ini merah jadi hitam,
esok putih jadi kelabu.

Katanya itu semua gara-gara cinta.

saya mulai berpikir adanya, cinta itu benar-benar tai kucing!

Wednesday, August 23, 2006

Katakan, dimana pentingnya sepasang mata?

Perduli setan dengan lampu merah,
aturan tertulis di belakang kotak obat,
novel percintaan yang terbaik.

Saya tidak butuh mata,
bahkan sepasang mata.

Karna mata hanya datangkan pilu.

Monday, August 21, 2006

Memar

Hati-hatiku entah tertinggal dimana,
mungkin dibalik cucian hari ini,
atau jatuh pada kerlingan mata,
berbulan-bulan yang lampau.

Sunday, August 20, 2006

Pure heart

Putih, bersih, sama saja dengan salju,
karna kamu sendiri adalah kemurnian itu.

Tanpa mata, tanpa telinga,
dan jemari yang mengayun mesra.

Murni dalam fikirku,
lewat mata hatiku saja.
Sebuah hadiah panjang

Bukan hari-hari gemerlap,
suka yang berlebihan,
hingga tumpah ruah,
melebihi kadar seorang saja.

Bukan sehari, seminggu, sebulan,
yang bersinar seperti hiasan pohon natal,
dengan bintang di puncaknya,
bagai sebuah pencapaian.

Aku hanya ingin bersamamu,
walau mungkin jauh dari kerlap-kerlip itu.

Wednesday, August 16, 2006

1.)
Rebahkan sayap imajinasimu,
tancapkan kuat-kuat kesepuluh kuku jemari,
peganglah seluruh dunia tuk bersandar,
tapi rasa itu tlah jauh dan bahkan tlah lama pergi.

2.)
Hari ini kau tanyakan kenapa hujan harus turun,
lalu rumput yang tlah susah payah kau keringkan,
kembali basah dan sedikit kotor.

Itu adalah pembelajaran cuma-cuma dari alam,
agar kau tahu garis lurus dari pensil itu,
bisa dihapus olehNya.

3.)
Bahwa perempuan dan lelaki yang baik-baik,
belum tentu yang terbaik bagi kita,
sungguh pelajaran terakhir yang utama.

sebuah perenungan di bawah langit bandung...

Wednesday, August 09, 2006

Probabilitas esok

Mungkin pelangi esok takkan muncul tujuh lapis,
matari terbit sekenanya dari utara,
dan semua indah menjadi berkurang,
sedikit pun banyak.

Mungkin.
You can run, but..

Bersembunyi di balik missed call,
menghapus sms tanpa membalasnya.

Rupanya tidak mengubah rasa,
yang semakin nyata saja.
Kebenaran ekspresi

Aku ingin menangis yang bukan menangis,
tanpa tetesan air mata karna sudah tak ada lagi,
hingga berubah menjadi darah kata,
yang tidak dapat sembuh melalui operasi.

Aku ingin tertawa yang benar tertawa,
bukan meringis dengan segukan pedih perih,
dan perut sedikit kram karena kontraksi,
bukan karna maag yang parah melanda.

Aku ingin tidak merasa ini.
Entah....maka kemari lah,
kembali lah!

Sunday, August 06, 2006

Tidak berpulang

Mengikhtisarkan pilihan,
sampai detik hilang dibilas resah.

Dan hujan renik tidak tentu arah,
sebagaimana angin belum ada di tempat.

Sunday, July 23, 2006

Who's turn?

Hitam dibalik jadi putih,
dan putih menggeser hitam,
berganti warna, bertambah sesak.

Mungkin sudah bukan giliranmu.
Sudahlah sana, mengaku kalah.
Walau ini bukan sekedar permainan domino.
Banyak mata

Dia mendaki langit per lapisan,
dari tangga pepohonan hijau,
dan menggali hingga air tanah,
yang menyambung hingga muara.

Mencoba berbagai gatra,
atau apa yang disebut orang aspek,
tak lain dari sudut pandang.

Bagaimana bisa lemah adanya,
mengungguli sempurna nampaknya?

Saturday, July 22, 2006

Learn and try to understand

Belajarlah pada padi yang nampak terlalu sederhana,
atau teratai yang selalu terlihat kumuh...
Dan mungkin saja pada kismis,
sebuah transformasi alami,
yang menaikkan nilai pribadi.

Pelajari saja,
apa yang tak terdapat pada not balok,
dan untaian nada klasik.
Siapa tahu kali ini berguna.
Dia yang mengaku nasib

Rupanya perempuan itu dinamai nasib,
yang hendak memburuku kesana kemari.

Menguntitku laiknya bayangan,
menyerupaiku pada bidang putih,
yang tak mungkin hitam.

Tidak tahukah engkau?
Bunga dinamai tak hanya karna warna,
harum, penempatan, kekaguman,
dan pemujaan gadis-gadis padanya?

Mimpi sudah kau manusia ciptakan bunga,
lebih dari sebatas silang menyilang,
walau kau telah adopsi bentuk dan rupa,
bau yang nyaris sama dari pewangi paling mutakhir.

Sayangku, nasibku tercinta...
kau boleh mengaku bunga,
hujankan perhatian,
dan ucapkan kalimat resah,
dalam nada yang terindah...

Tapi kau bukanlah aku,
sebagaimana kata adalah nafasku,
dan bukan untuk menguasai mayapada.

Satu hal yang tak bisa kau curi,
tak bisa kau tiru,
duniamu mencintaiku,
apa adanya aku!

Thursday, July 13, 2006

Foto bicara

Kini bicara tentang kelamnya malam,
yang benar-benar surut terang bintang.
Hanya karna binar mata penuh cahya,
dua pasang dalam sebuah frame hitam putih.

Monday, July 10, 2006

Spektrum warna baru

Sebut saja hitam muda,
putih tua dan ungu silver.
Selalu diciptakan dalam kita.

Sebuah spektrum warna baru,
dari tiada yang ada,
hingga terbaca nyata.

Tuesday, July 04, 2006

Singkat dan padat

Kau sederhanakanku.

Untuk menyebut gelap yang berbulan,
atau sesekali berbintang,
dengan sebutan malam.

Tapi entah mengapa,
24 jam ini sungguh tak sederhana,
bila dipenuhi denganmu.

Yang lebih kaya dari ledakan jutaan meteor.

Friday, June 30, 2006

Di langit bintang

Komet kembar yang berpacu bersama,
tengah berlarian kalahkan matari,
nyaris muskil dengan kecepatan cahaya.

Lewati satu titik, belasan bulan,
dan titik lagi, belasan tahun,
hingga titik lagi, sebuah ikatan,
yang tak dilingkari hitungan jarak.
m a t i k a n waktu

Waktu luangku tak kuisi dengan kamu,
tidak pula dengan pikiran tentang kamu.
Denganmu, sang detik kalah pamor,
dan menit jadi kurang percaya diri,
atas hitungan jam yang mati,
berhenti total atas rotasi padamu.

Tuesday, June 27, 2006

Cerita

Pegasusku ketukkan langkah di ujung pelangi,
hentikan waktu pun detiknya yang bergulir,
pindahkan mejikuhibiniu pada surai menjuntai,
tinggalkan aku merasai mimpi siang hari ini.

Saturday, June 24, 2006

Barter

Mata kaki yang lecet,
macaroni yang hangus,
hati yang nyaris compang camping,
adalah sepadan bila kita bersama,
nanti.

Thursday, June 22, 2006

Lagu dansa

Mari berdansa,
lengkap dengan alunan hening,
biar aku yang berkata-kata.

Pelan kubisikkan,
seirama kaki kanan dan kiri,
tentang matari yang mencuri sinarmu,
dan bintang yang leluasa sembunyikanmu.

Hingga pagi datang mengusik,
dan kosa kata menipis,
aku masih bicara.

Bahkan lantai yang penuh,
tapak di atas kata-kata,
oh biar saja.

Semua tengah berhamburan,
dari benaknya rasa, melewati lingua,
berlarian keluar lewat frase dan kalimat.

Nanti lantai dansa kan dibersihkan,
bahkan sampai titik koma yang sulit hilang
(sudah tidak ada tanda baca yang tersisa)

Monday, June 12, 2006

Pelangi

Kukenakan pelangi di hak sepatuku,
kuning, coklat hingga oranye.

Sampai nanti kupinjamkan untukmu,
sabar-sabar saja kau di atas sana.
Isi penuh dulu mimpi-mimpiku.

Friday, June 09, 2006

Toples warna-warni

Tolong kemarikan yang itu,
yang bundar dengan tutup plastik.
Memang tidak kedap udara,
tapi pasti anti aging.

Satu lagi kumasukkan ke dalamnya,
atas malam kerlip dan langit teduh yang kau cipta.
Selembar bahagia kusimpan baik-baik,
dalam toples warna-warni.

Monday, May 15, 2006

Tawa untuk malam nanti

Malam nanti kuharap lebih,
dari hangat genggam tangan.
Warnai saja atmosfer suara,
belah langit yang sempurna itu,
dengan cabikan tawa mu.

Gembirakan aku malam nanti,
tanpa usungan mimpi buruk,
dan hymne duka cita.

Wednesday, May 10, 2006

Percaya tidak percaya

Boleh kau percaya,
pada sejuknya embun pagi,
teriknya siang hari,
dan malam yang membutakan.

Karena kau pernah disana,
pernah melihat, merasa,
dan dirasai.

Kau pernah juga tahu bahwa api itu panas,
saat es batu di genggaman mulai meleleh,
dan tanganmu nyaris ikut terbakar.

Tapi bagaimana bisa kuminta kau percaya?
Bahwa apa yang ada di hati ini adalah nyata,
saat kau tak bisa memegangnya?

Dan ketika kata-kata tidak absolut lagi,
bahkan yang hitam di atas putih,
bagaimana bisa aku tega,
sekedar buatmu percaya?

Aku tidak mau berjanji,
karena aku tidak bisa.
Aku hanya minta kau percaya,
pada detik ini saja.

Bahwa aku benar-benar cinta.

Saturday, May 06, 2006

Hebatnya rasa

Tidak ingin meniti awan,
menebak ringan tubuh hingga nanti.

Enggan bernafas dari celah lapisan air tanah,
terlindungi dan bebas dari mahkluk besar saja.

Hanya mau stabil,
biasa-biasa saja,
jadi manusia normal.

Friday, May 05, 2006

Bermain layangan

Tidak perlu kau tunggu bayu,
langkahkan kaki ke atas bukit,
sebisa mungkin saat senja.

Tak perlu juga kau tabung amal,
harap-harap cemas kan capai surga.

Hari ini juga, aku berikan layang-layang.
Bukan yang di ujungnya beragam,
dengan jenis bebean, pecuk, atau janggan.

Hanya dengan surga di ujung layangan.
Kutarik hingga rapat ke bumi,
dalam pelukanmu.

Thursday, May 04, 2006

Tanpa helaian

Dimana kamu?
Yang bisa meyakinkan,
adalah tidak apa-apa,
tidur hanya berselimutkan langit.

Menerpa dingin dengan semangat esok,
dan jadikan tanah tumpuan yang kokoh.

Tuesday, May 02, 2006

Mimpi-mimpi

Ada mimpi,
di telinga kiri.
Bekas semalam,
saat cerita disulam.

Kubisikkan,
pelan saja.

Masih tersisa,
lelerannya pada dagu,
atau di sudut bibir tepatnya.

Yang datang darimu,
dan mampir di mulutku.

Kubisikkan,
cukup pelan saja.

Monday, May 01, 2006

Kini

Tidak perlu ada lama dan baru.
Dahulu dan sekarang,
lalu buanglah penanggalan.

Semua tak penting,
apalagi yang tak pasti,
kalau sekarang ada kamu.

Tepat di pelukku,
di rangkum mata hatiku.

Sunday, April 30, 2006

Janggal

Ada yang tersiksa.
Pada tiap ingin yang tercekat,
bahkan belum sampai kelu lidah.

Bukannya kau tak bisa,
tapi kau tak mau.

Saturday, April 29, 2006

Ajaib

Ingin sekali bisa merangkum kamu,
dalam satu pelukan dan ribuan ciuman.

Yang ceritakan perjalanan singkat,
kalahkan empat musim sekaligus.

Thursday, April 27, 2006

Pelihara hujan

Masih kurasa basah,
tidak pada pelupuk mata.
Tetap sama resah,
dengan gemerisik air mata.

Ku pelihara hujan,
dalam benak.
Sekedarnya.
Pembatas

Carikan aku penjara,
yang lebih dari kolong meja,
lubang di tanah,
dan spasi di bulan.

Bukan karena malu,
atau harus mengaku salah.

Aku tidak ingin menahan,
atau tepatnya tak bisa menahan.
Merindu mu, mengingini kamu.

Wednesday, April 26, 2006

Kartu absen

Pada vibrasi handphone,
pertanda sms dan telepon masuk.

Pada pagi yang berganti siang,
agar cepat senja lalu malam.
Hingga menu-menu makanan,
kembali digantikan kamu.

Pada tiap pikiran di alam sadar,
bawah sadar dan tak sadar.

Ah, sungguh ketergantungan itu,
benar-benar telah hadir.

Sunday, April 23, 2006

Natural instant-nity

Merindukan mu,
sampai titik koma kata,
dan keringat dingin ku.

Begitu kilat dan natural,
serupa gejala alam.
Yang mendobrak hening langit.
Daya tarik mu

Gravitasi bumi itu jelas ada.
Menarikku kesana dan kesini,
kian kemari dan tak henti.

Tapi dia adalah seorang,
yang dilahirkan, tumbuh mengagumkan,
dan kini memutarbalikkan duniaku!

Saturday, April 22, 2006

Discovery

Mencoba melacak kebosanan.
Pada tebal alis dan merah bibir,
putih kulit dan seluruhmu.

Kembali pada raut muka dan mata,
namun masih tak ada yang nyata.
Taman khayalan

Hanya disini,
sebuah cafe disulap jadi taman.
Lengkap semua,
hanya tanpa kupu-kupu.

Dengan sepasang aku dan kau,
yang duduk di sudut ruang.

Tak hanya diam, kita berpolusi.
Rupanya terlalu banyak khayal,
yang melompat dari benak.

Membuat mereka sibuk menangkapnya,
dengan jaring kupu-kupu.

Friday, April 21, 2006

Bicara hujan

Hujan,
gemerisik yang menggoyah konsentrasi,
sedikit mengganggu telinga,
tapi tidak basah.

Hujan,
dingin di balik kaca jendela,
menggetarkan jemari yang bersandar,
masih tidak basah.

Adalah menyatu,
saat ku menginjak rumput,
biarkan ratusan tetes mendentam kepala.
Mencuci habis semua khawatir ini.
Hingga basah.

Akhirnya.

Thursday, April 20, 2006

Dialog mata

Waktu masih malu-malu,
kita jarang bicara.
Hanya ada tatap mata.

Sekarang masih sama.
Seakan tidak ada yang saingi,
pembicaraan tanpa kata itu.

Mungkin bila semua dicatat,
kita sudah bisa buat trilogi buku,
hanya dari dialog dua pasang mata!
Scent II

Pagi menyambut dengan aroma embun,
dan malam dengan sejuknya rumput basah.

Bisa ditambahkan bau selembar toast,
coklat hangat di mug tanah liat,
atau mungkin nanti sabun mandi,
yang menggelitik hidung dengan kesegaran.

Tapi aku masih kebingungan,
karna cinnamon jelas bukan,
kopi juga kurang kentara.
Bisa jadi bau alami kamu,
ya tidak lain dari rumah.

Lengkap dengan halaman rumput,
pagar kayu warna putih setinggi pinggang,
dan perapian yang selalu hangat.
Scent I

Kemarin seperti butuh tidur yang panjang,
atau malahan tidak sama sekali.

Rupanya sekarang xanax berbentuk aroma,
melekat disana sini mu.
Atau bisa jadi telah larut dalam saliva.
Satu warna

Tiga hari yang lalu,
aku berkebaya hijau,
di sebuah mimpi tengah malam.

Merah, kuning,
biru, jingga,
dan hitam sekalipun.

Tapi mungkin takkan pernah,
dalam balutan putih,
dan yang ini mimpi siang hariku.

Wednesday, April 19, 2006

Ingatan akan sudut

Astakona,
keluar istilah itu.

Terlalu banyak sudut di bibir kamu,
belum sampai di ujung,
aku sudah lupa rasa di titik awal.

Atau mungkin kesalahan di neuron.
Amnesia selektif yang menyenangkan.

Jadinya aku harus kembali mengulang.
Dan lagi....dan lagi.....
Si bulan

Sepasang malam ini,
yang hadir si bulan separuh.

Sisi yang satu berselimutkan awan,
dan yang lain mencuri terangnya bintang.

Mungkin untuk ingatkan,
ada aku tapi juga ada dia.

Dan tetap,
indah merajai malam.

Tuesday, April 18, 2006

Bibir rasa kopi karamel

Hanya karna kamu,
starbucks bisa tutup.

Pernah dengar kampanyenya?

Lip locking love of caramel,
savor the gooey,
buttery sweet...


Kalimat ajaib itu jadi basi,
habis sudah kamu tandingi.

Untung cuma aku yang tahu.

Monday, April 17, 2006

Hanya diam

Malam ini aku ingin tidur tenang.
Tanpa harus menautkan jari,
lima jadi sepuluh.

Mau mimpi indah,
tidak pakai taman bunga,
hanya ada kedamaian.

Sunday, April 16, 2006

Insomnia

Mulai merindukan insomnia itu.
Bukan, tentu bukan padaku.

Melainkan padamu,
yang kerap menggangguku,
tengah malam saja.

Tidak ada keengganan,
pengusik tidur di awal,
hanya ada pembuahan rindu di akhir.

Jadi sebenarnya siapa yang lebih sakit?
Sepertinya aku,
yang mencari-cari kamu.

Saturday, April 15, 2006

rindu hari ini

ada kamu pada tiap kata kata
kata di dinding putih
dinding merah hangat
dinding yang dekat pintu
dinding pembatas rindu

untuk meluruhkan itu
pasti sedikit sulit

apalagi di tanggalan merah begini

aku bisa saja mengelupas semua cat
bisa jadi nanti sampai semennya
dan tetap tidak habis rasa rasa itu

tapi kan malam harus sudah jadi lagi
apa itu rumah lalu kamar dan aku tanpa dinding
pasti mati kedinginan nanti

kecuali ada kamu disini..
Super sonic out of you!

Semua kegilaan ini,
roller coaster tiket terusan,
sampai terlontar ke atas,
dan nyaris tak kembali.

Bawa pulang jutaan bintang,
hingga langit turunkan pagi,
karna kehilangan hiasan malamnya.

Sunday, April 09, 2006

Di suatu senja

Nanti saja.
Bukan tak lelah otak ini,
sama halnya pegal betis.

Hampir semua,
dan mungkin sudah semua.
Sampai-sampai hilang semua.

Tapi belum ada senja yang cukup indah,
tuk hentikan langkah kecil ini.
Dengan kehebatan rangkum mata,
dan selembar saja papan tuk rebahkan beban.

Friday, April 07, 2006

Warna

Mirah merah matamu,
ingatkan haru biru hatiku,
hingga palsu jadi beku.

Wednesday, April 05, 2006

Berbagi langit

Setelah malam ini,
kita pasti jadi buron.

Seenaknya membagi dua langit,
lengkap dengan bintang dan arakan awan.
Diliputi nafas setipis angin mati.

Untuk kamu disana dan aku disini.
Tinggal rindu yang hangatkan kita.

Tuesday, April 04, 2006

Frame senja-mu

Seperti aku,
dengan sepasang mata,
jemari dan lensa.

Bagaimana bisa,
kau ciptakan sempurna itu,
sungguh adanya dalam rekaman otak.

Frame yang luar biasa, sayang.
Luruh semua sisakan bangga untukmu.

Seperti aku sendiri saja...

Saturday, April 01, 2006

Zoentjes

Ada hangat di balik renik hujan yang mengganas,
nyaris selembut awan yang kutarik jadi kapas,
dan kecup rindu jadi sayang jadi lepas...

Thursday, March 30, 2006

Ciuman senja

Gurat merah di langit senja,
sedari awal bukan sandyakala.
Hanya bisa dijabarkan perlahan,
bukan sekedar aksara yang terserak,
dari nama seorang kamu.

Tuesday, March 28, 2006

Apa yang bersisa

Menulis kata beraroma cinta,
dengan ujung jemari,
dan juga tinta.

Tapi tidak lagi dengan hati,
tidak untuk malam hari ini.

Monday, March 27, 2006

Kata bermakna

Semua bisa tidur beralaskan kantuk,
tapi tidak bertangan kosong.

Karna tajam lidah siap sedia,
berdaya musnah pada harap seketika,
terutama saat bangun tidur.

Sunday, March 26, 2006

Gila dan cinta

Seperti gajah meta,
yang jatuh gila,
karna tersingkir,
dari kawanannya.

Dan kamu,
adalah se kawan ku,
satu-satunya.

Friday, March 24, 2006

Akhir yang menetap

Pada tiap qafiyah,
yang kutulis dan kau baca...
Biar lega menetap, karna hangatnya hati,
hindarkan malam pada pagi.

Wednesday, March 22, 2006

Dejavu

Ingin kembali meramu masa depan,
dengan tawa, tangis, dan peluh asa.
Denganmu di tiap senja yang usai,
dan malam yang kian merajuk.
Rupanya aku jatuh cinta lagi,
padamu seorang.

Tuesday, March 21, 2006

Bias lama perempuan

Membakar dunia,
sepertinya percuma.

Dari dulu sudah penuh asap,
polusi dari kekayaan duniawi,
yang katanya dikerubuti perempuan.

Kamu hidup di duniamu sendiri,
yang rupanya jauh dari kesadaran.

Monday, March 20, 2006

Pilih dan jumlah empat

Pilih bobot,
gajah saja kalah,
mata yang merangkum semua.

Pilih kasih,
masih ada bunda,
yang tak pernah turun tahta.

Pilih tandhing,
siapa pula yang wicara,
lebih baik ku jadi penengah.

Pilih lalab,
paras rupawan bukan jaminan,
ranum usia masih bualan,
sepertinya butuh novena 7 x 7 !

Thursday, March 16, 2006

Kini dan lalu

Kenapa turun hujan malam itu,
tanpa gemerisik daun menyela hening,
tidak penting lagi bagiku.

Semua telah basah,
benar-benar basah,
sedalam-dalamnya.
2 in 1

Kalau sudah habis tertawa,
sampai mengering air mata,
segera tarik nafas.

Dua hal yang penuh kesadaran,
dan satunya lagi sebuah kebiasaan.

Saturday, March 11, 2006

Titik koma

Dia terus saja berlari,
sembunyi di dalam saku kemeja,
di balik lidah sepatu boot ayah,
menyatu padu di bawah lembaran karpet.

Saturday, March 04, 2006

Up and Down

Seperti perjalanan balon udara,
yang ada di iklan-iklan.

Adrenalin naik seiring mengudara,
harum putik tertiup angin senja,
silau matari sedikit pedihkan mata.

Ah, ataukah itu embun di mata,
yang tak kuakukan air mata?

Hangat dekapmu ada,
saat telapak kaki kembali ke gelitik rumput.
Dan aku sudah belajar,
tidak ada masa depan yang pasti.

for my dearest Andry Dilindra
Masa depan

Untuk apa buang tenaga,
bergulat dengan ngeri,
untuk jatuh karna berlari,
sedang berjalan saja,
aku belum bisa.
Kamu dalam pikiranku

Rontok rambutku,
komedo membandel di kelopak mata,
sembelit yang tak kunjung menghilang.

Itu kamu,
atau hanya pikiranku tentang kamu?

Yang awalnya begitu menyenangkan,
dan semakin dalam,
masih menyenangkan,
dan semakin dalam,
puncak menyenangkan,
dan semakin dalam,
hingga efeknya berbalik,
dan yang semakin dalam itu,
menjadi sedahsyat kanker!

Saturday, February 25, 2006

Dots in spot

Setidaknya matari pernah kulihat bulat sempurna,
yang rupanya terlalu terang tuk sepasang mata ini,
tidak kini yang penuh bercak hitam kosong.

Friday, February 24, 2006

Obrolan senja hari

Terima kasih,
pada nyaris birunya langit,
patahnya tangkai anggrek bulan,
yang membuatku belajar.

Daya manusia begitu kecil,
dan dunia ini begitu luas,
sampai-sampai rasa saja,
bisa berbalik memakan kita.

thanks to badai..
Empty room

Selamat pagi,
katakan saja pada gorden,
yang bergayut mesra,
pada sekotak dua jendela mu itu.

Sudah tidak ada lagi,
kecup pipi dan peluk mesra,
lewat sinar mata di balik frame,
yang entah kau sembunyikan dimana.

Thursday, February 23, 2006

Pasir dalam mata

Dari ribuan, jutaan pasir di pantai,
kenapa cuma satu partikel,
yang hinggap di mata.

Aku menikmati kelilipan itu,
mata berair, sedikit perih kurasa.
Tak melempar pandang pada lain,
tak pula mengusapmu pergi.

Wednesday, February 15, 2006

Minimum

Ada tanya, pada setiap kata,
yang mungkin tak dilafalkan,
melalui setipis kalimat.

Mereka titik, mungkin juga garis,
yang menjelma luas permukaan danau,
dengan kejernihan serupa kristal air mata.
Sebuah papan selancar

Terkadang aku datang bersama rasa,
yang kau larikan saja dibalik ombak,
serta arus yang luputkan debaran jantung.

Sama seperti masa yang lain,
kan kupergi lekatkan satu-satu,
pada helai hijau kuning,
bisa jadi nyaris coklat,
dan hanya abu-abu.

Monday, February 06, 2006

Tidak beranjak

Bukan terlena mendengar teori,
yang bisa jadi benar adanya,
atau rintik yang mengotori bahan suede,
sepatu kesayangan di luar nanti,
dan juga tidak adanya tumpangan pulang.

Aku hanya tidak tahu,
harus pulang kemana.
class; 21:05

Saat dingin masih kalah ngilu,
beku di dalam merajai,
bukan hawa yang panaskan,
tapi sakit yang lebih sakit,
sendiri yang lebih dari,
sebuah kata kesepian.

Tuesday, January 31, 2006

Gurauan sebuah lagu

Mendengarkan serangkaian lagu,
lalu deras kenangan menyapu,
tipiskan sel otak,
suburkan gairah pemimpi.

Sama dengan tangan,
dan gerakan memutar sendok,
atas partitur bernada jemu,
yang entah terdengar tak semu.

Kulelerkan pada tepi cangkir,
hingga kata per kata berhamburan,
lalu kuaduk lagi agar tidak menggumpal,
larut saja dalam cairan.

Kuteguk bersama angin sore,
dan senja yang masih usang.

Saturday, January 28, 2006

Part III

Saat tiada kabar,
mungkin kau tertidur,
maka terbius pula sebuah harap.

Ego mu,
mampu membunuhku,
dan terlebih tlah mengoyak rasa mu.
Part II

Katanya pacaran adalah terlibat,
seperti ayam dan butir telur.
Lalu pernikahan adalah komitmen,
tepat contohnya babi yang menjadi bacon.

Rupanya aku salah,
dalam libatkan diri berkomitmen.
Lalu sibuk bicara,
tentang isi setangkup sandwich.
Part I

Hujan di luar deras,
tapi tak begitu menggetarkan.
Bumi tengah berontak,
karna akar hati menggeliat,
menjejak sejuk berujung laut mati,
yang sanggup apungkan patah hati.

Sunday, January 22, 2006

Foreplay

Selamat pagi canda,
dan percakapan malu-malu.
Nampaknya semburat merah sudah kembali,
berlabuh di tepian bibir.

Wednesday, January 18, 2006

Spasi

Ada rasa sendiri,
Pada derai air hujan,
yang keliru artikan warna langit.
Mereka luruhkan emosi,
yang tak semata lekat otak.

Wednesday, January 11, 2006

Duple

Kemarin lusa,
dan mungkin hari ini,
saat kita bersama,
aku sedang menyanggam waktu.

Mungkin milik bunda,
bisa jadi kakak,
atau siapa yang terlintas benak.

Bukan untuk aku,
tapi untuk satu dan satu,
yang adalah dua.

Thursday, January 05, 2006

i don't know!

Aku memang bukan siapa-siapa,
yang hanya ingin membuatmu semuanya,
ya semuanya di depan mataku,
di hati dan pikirku.


Selamat mengarungi emosi mu,
yang entah apa,
bisa jadi aku tunggu,
atau entah apa (lagi).

Wednesday, January 04, 2006

eyes for you

Rupanya kamu juga narsis,
sibuk menciumi diri sendiri,
di pelupuk mata ku.

Monday, January 02, 2006

Dini hari

Aroma kopi mengental dalam nafas,
dan cinta dalam genggaman tangan.
Indah dunia tanpa ramai,
terbangun aku di peluk mu.
Seluas langit

Sinar mata mu adalah kerlip bintang,
yang menjadi rangka sebuah kubah,
atas apa yang nanti kunamakan rumah.