Sunday, June 26, 2005

Sinonim


Lingkup gerikmu, luruh langkahku,
dalam bentengi hasrat, sebut gejolak itu cinta!
Kami adalah saya


Kursi sutradara itu untuk kau,
bukan untuk si manis berambut ikal,
dengan kostum minimnya.


Bukan pula punguk perindu rembulan,
yang lengkapi fabel pengantar tidur dari bunda.


Aku dan mereka hanyalah figuran,
kalaupun masih adu pendapat,
paling tidak kami hanya bisa ikuti skenario.


Karna kaulah sang sutradara,
pencanang semua adegan,
dari titik dan koma,
hingga mati ekspresi.


Daya minimal ini,
kami hanya bisa maksimal.
Vibrasi


Getar itu masih sama,
terkurung dalam kotak,
dari tiap pijar imaji.


Resah digenggam,
buat khawatir asa kecilku.


Mataku merangkum seorang,
yang tak pernah lari,
dari mimpi di malam sepi.


Getar itu masih sama,
pada kelopak mata, pada bibir,
pada lemah jemari, pada degup jantung,
padaku, karnamu.

Saturday, June 25, 2005

Penulisan Ulang


Loteng tua berdebu,
tinggi dalam sendiri dan sepi,
bertahan pada jingkatan kaki,
telanjang tanpa kasut.


Tirai selubungi lantai kayu,
tenggelamkannya dalam suram.
Indah kisah jadi lapuk kayu.


Hingga waktu hadirkan rapuh,
dan koyak membuka tabir.


Entah bagaimana dengan nasib,
yang selalu permainkan kita.
Kelahiran Asa


Pada air mata yang nyaris menetes,
di petang yang begitu mendung,
kuseka dengan keratan mantel lusuh,
yang penuh bercak mimpi...


Tuk menyesap perih,
agar tak mengalir dalam vena,
dan rupanya berujung pada asa,
yang kau jatuhkan dalam genggamanku.


Kembali,
ya kembali.

Tuesday, June 21, 2005

Stepping stone


Menuding waktu,
memoles ego,
dan salahkan aku.


Nanti kau rasakan,
sepinya sampai di sebrang,
dan tak bisa kembali.
Definisikan ini!


Partitur yang rapih,
dengan garis dan spasi,
petakan do sampai si...


Selalu ada cerita di balik itu,
milik belasan kertas buram,
yang diremas dan dicampakkan...

Sunday, June 19, 2005

Seharian sendja


Aku pamit,
tanpa cium di kening,
peluk hangat abaikan hasrat,
dan ikat kain di pergelangan tangan.

Tuesday, June 07, 2005

Sembilu


Rembulanku kau guyur warna pucat,
mengusir kerlip perak di seantero langit,
kau teriak mati, mati dan mati!


Percuma sekali, karna sudah ribuan kali,
dan maaf baru kukatakan padamu malam ini.
Telah kau turunkan indah nyata bulan,
dan panas terang matari.
Kau rotasikan semaumu,
pada pucuk kepala hingga tapak kaki.
Tanggal


Menghitung singgungku...
Setelah ratusan jam kudaki terjal bukit,
sampai hilang panjang rambutku,
berkikisan dengan angin lereng...


Ah, memang aku salah menembus kabut,
yang gelap sandarkan pada limbungku,
hingga aku mengaku manusia,
padahal mereka mengaku aku..


Perih karna sedih, tawa karna suka,
manusiawi sekali, siklus kehidupan.
Tapi kan kucari merah meradang,
dalam tiap susuran pilu per meter,
karna mudahnya pengajaranmu.

Sunday, June 05, 2005

Akirih


Letakkan sebelah kiri perlahan,
dengan deras dan hening suara,
tanpa perlu mengusik sebelah kanan.


Aku bermakam bukan karna lirih,
hanya kaca gerutuan kirik pada ngilu,
di sela hujan bertalu dalam bisu.


Gelap gulita suarakan kata rumah,
dalam pelukannya, tanpa kata pulang.

Saturday, June 04, 2005

jeda lari jeda


Kita salah kolom,
seharusnya garis titik garis stop,
dan bukan sebaliknya.


Entah mata hati yang tumpul,
atau suryakanta yang bias,
rupanya memang harus diganti.


Titik garis titik stop
jeda lari jeda kosong

Wednesday, June 01, 2005

Prolog dan epilog


Malam singgah pada kelopak mata,
menyulap letup harapan embun pagi.
Tak mengubah adanya fajar di suatu masa,
dengan gulungan cerita yang nihil tanda titik.
Akhir Mei


Gelarkan mimpi,
berbahan perca memori,
dengan ratusan payet,
berwarna perada,
sebagai pemanis resah,
dari tusukan ilalang liar,
yang jauh terserak,
di dasar fondasi kata kita.