Thursday, September 28, 2006

...

Tuhan, aku lelah.
Tidak bolehkah aku menyerah,
dan tak sekedar berlaku pasrah?

Tuesday, September 26, 2006

Time after time

Sudah lama aku tidak mengucapkan kikilauan.

Sama seperti kilau lampu di pohon cemara,
bintang jatuh serupa meteor di langit gelap,
dan matamata yang membuatku tersenyum malu.

Monday, September 25, 2006

Semua bisa menulis

I.
Sebutlah karya itu menentukan,
lalu kau boleh menjual lebih dari yang ada,
delapan cerpen dan sepuluh puisi.

Apa itu bunga, jamur dan petir,
yang kau lukiskan diantara kata,
menghias amarah dan sumringah,
di atas sebuah pohon,
(dan masih angin membuaimu).

Maafkan aku yang telah merusak sebuah cerita.
Tapi tolong buatkan tanda titik,
jangan biarkan kata jadi kalimat,
dan terbuang pada kertas buram saja.

II.
Mari hari ini aku berikan waktu,
membaca sebuah buku milikmu.

Mungkinkah ada namanya,
seorang yang mencintaimu sangat,
tapi kau sia-siakan begitu saja?

Saturday, September 23, 2006

Rindu membaui kamu

Nyaris kucium bau hujan,
walau langit gelap tiada merah,
dan keretamu masih lama tiba.

Ataukah itu, air mata yang mengembang,
tak kunjung jatuh hingga nanti?

Friday, September 22, 2006

Prakarya

Tutup saja matamu.
Biar angin membawamu pergi,
merepih mimpi yang tak kunjung usai.

Seharusnya ini malam kita,
merajut bulan dan langit,
bisa juga sekumpulan bintang,
dari bayangan air kolam,
tanpa tepian rumput sekalipun,
tanpa mereka.
I.

Bisakah sekali ini tidak usah pakai meteran,
penggaris, timbangan, dan bahkan pengukur suhu?

Lelah sekali rasanya bila selalu melihat ke cermin.
Mencari aku yang lebih baik disana,
atau pembanding yang tiada pernah surut.

II.

Kamu kan tidak tahu,
ini kerut dekat mata ada karna kau,
membuatku sering tersenyum.
Berat badan naik lima kilo juga karna kau,
bahagia membuatku menelan semuanya.

Kalau nasi sisa kemarin saja jadi enak,
tahu kan betapa mudahnya aku gemuk karna kamu?

Setelah itu, mari kita bicara mengenai kecantikan.
Siapa yang tahu?

Di balik kuning kamboja,
yang indahnya nyaris seperti senja,
kau pastikan itu bukan bunga palsu.

Tercium wangi semerbak,
keningmu lalu berkerut.
Tatap mata bertanya padaku,
apakah hendak membuatmu bersin.
Lupakah aku pada alergimu?

Belum sampai semenit,
aku tahu kau pasti tanyakan.
Apakah itu tulen atau persilangan,
akar tempel atau tanam.

Semua ada untuk dipertanyakan,
entah kenapa juga untuk diragukan.
Sama seperti hati dan perilaku aku.

Wednesday, September 20, 2006

Cerita lain

Jelaskan pada logika,
bagaimana bisa aku terbakar,
dan tak jadi serupa arang.

Asap dan abu sedikit pun tak ada,
padahal aku tahu cerita itu.

Kisah usang rama dan shinta,
yang rupanya bualan belaka.
Api tak melahapnya,
tapi dia tetap terbuang.

Denganku,
rupanya nasib berkata lain.

Saturday, September 16, 2006

Cetusan

Ingin sekali bisa berkata,
tutup mata dan anggaplah ini semua mimpi,
yang indah pada percikan kembang api,
balon udara yang membumbung tinggi,
dan mungkin bau cendana yang merasuk.

Ingin sekali,
bisa berkata...

Aku sudah berhenti mencintaimu.
Tanpa huruf UN

Aku bisa salah kata,
salah ucap, salah aksi,
dan salah waktu.

Tapi tidak mungkin salah rasa.
Memujamu setinggi ayunan bintang di langit!

Saturday, September 09, 2006

[kosong]

Tidak ada tulisan hari ini.

Sebagaimana kamu tidak lagi mengotori dinding kamarku,
dengan bayang muka bayang tubuh bayang rasa,
dan juga suara berat milikmu,
ataukah ini sumpah serapah ku,
yang sudah menyerupai dendangan.

Sebagaimana aku ingin berhenti merindukanmu.
Maka hari ini aku harus konsisten!

Thursday, September 07, 2006

Alokasi

Dimana itu bintang jatuh.
Katamu, tidak pernah ada lagi.

Kau pasti salah.
Maaf sayang, salah ya salah.

Tiap hari ada bintang jatuh,
tepat di tempat tidurku.

Karna tiap malam aku tidur,
berselimutkan mimpi tentang kamu,
dengan lengkung senyum sempurna,
karenamu jua.

Apalagi namanya,
kalau bukan bintang jatuh?
Hari ke 8

Tiap hari kau buatku mati kebingungan,
tak tahu harus menjawab apa.

Tentu hari ini lebih dari kemarin,
lebih manis, lebih berkenan,
lebih lengkap, lebih bahagia,
nyata adanya.

Apa pertanyaan kamu tadi?
Hari mana yang paling indah?

Wednesday, September 06, 2006

Mutlak

Oh, waktu yang licik,
menikamku dari belakang,
dan bahkan dari penjuru arah.

Meninggalkanku lelah,
tak berdaya dan tua,
pada akhirnya.
Hari ini dan nanti..

Selamat siang, Bu...

Aku baru saja pulang.
Katanya hari ini kaos kakiku belang sebelah,
kelerengku tidak genap selusin,
dan bajuku lusuh sekali.

Esok nanti apakah sama Bu,
rok yang kupakai terlalu panjang,
baju ini kekecilan,
make up luntur sebagian,
terutama mannerku berantakan.

Apakah benar Bu,
aku terlahir tak sempurna,
dan mati sama adanya?

Tuesday, September 05, 2006

Shock

Rupanya sudah tidak kuat.
Dada kiri semakin lemah,
entah sisi otak mana yang lalim.
Sembilan dan lima

Maafkan untuk lima meter jarak yang ada.
Tengah mengecilkannya dengan air mata.
Yang entah mengapa enggan mengalir perlahan.

Monday, September 04, 2006

Suara hati(ku)

Ada nyanyian di balik angin,
hembusan sama yang kerap mati,
mungkin karna usia.

Bunyi rindu yang teramat sangat,
sama kencangnya dengan debar jantung,
saat nanti kita bersatu lagi.
p u l a n g

Rindu sekali.
Tak hanya puluhan kali.

Mungkin sama banyaknya,
dengan jumlah pasir di dalam botol,
yang kau beri tempo dulu.

Lelah berhitung,
kukeringkan saja air mata.
Yang dalam perjalanan,
mengering kemudian mengkristal.

Kuletakkan di atas langit,
untuk menjadi pijarmu saat pulang.

Saturday, September 02, 2006

Anekdot yang janggal

Ceritakan aku mimpi burukmu.

Saat hijau tak lagi bersanding dengan rumput,
halus pergi jauh dari kain sutera,
dan semua merepih begitu saja.

Kamu tidak pernah tahu,
aku tertawa diam-diam.

Friday, September 01, 2006

Sebuah balasan

Tinggallah selama yang kau mau,
di bawah temaram alis mataku.

Biar hujan reda barang sejenak,
tak membawamu pergi dari ingatan.

Hentikan sembunyi itu,
tawa ini tidak hadir untuk tutupi rindu.

Biarkan bebas, lepas, berkendara angin,
nikmati waktu yang tersisa.