Wednesday, April 22, 2009

Pengakuan yang Sederhana

Dia selalu mampir ke telinga mereka,
mengorek dosa-dosa yang tiba-tiba terlalu besar,
untuk keluar dari liang telinga.

Dia selalu menggedor hati kuat-kuat,
seperti ibu kos menagih uang bulanan,
menyebut anak kosnya ATM gedor.

Dia selalu terselamurkan nafsu,
membuat kita buta, hanya tahu hujan lebat,
dan embun di kaca jendela.

Kita menjadi mengkilat karena kesombongan diri,
memantulkan semua yang datang menyerang.

Bahasa kebenaran itu sederhana....

Ataukah kita yang terlalu rumit untuk mengakui kebenaran?

Cirendeu, April 2009
Ciuman Rindumu

Kemaslah ciumanmu kecil dan rapat,
agar tak tercecer dan tak jatuh ke tangan yang salah.

Kemaslah ciumanmu kecil dan rapat,
agar bisa kusimpan di balik tempat foto pada dompetku.

Kemaslah ciumanmu kecil dan rapat,
agar tidak ada bibirbibir yang mengendusnya,
meraungraung minta dikasihani.

Tolonnnngggg..tolooooonnngggg,
mampirlah barang sejenak!

Perduli setan suara tak bertuan itu,
telinga ini sendiri haus ciumanmu.

Ciuman rindu yang kau kemas kecil dan rapat,
sebelum kau peras kuat-kuat..
amboiiii basahnya!

Cirendeu, April 2009
Di Belakang Bangku Penonton

Tanpa gelap,
dalam keheningan,
bermodalkan empat jemari,
dua kanan dan kiri,
kuciptakan lorong panjang.

Memutarkan film hitam putih,
bisu, masih dalam keheningan,
trrrrssstttt...trrrrsssstttttttt..
begitu banyak titik hitam,
yang malah membuatku mengingat.

Hidup itu luka yang menganga!
Hidup itu diam terpana!

Itu sebabnya aku melupakan luka,
bukan terluka karena lupa.

Cirendeu, April 2009