Tuesday, November 28, 2006

Melihat dan Bertanya

Diberikan anugerah, nyaris seperti diuapi,
dengan mahkota aura yang luar biasa,
agar penglihatan jujur adanya, dan baik.

Untuk memudahkan, dan tak berlaku Tuhan.
Untuk membahagiakan, dan tidak menelanjangi.
Untuk menguasai rasa, dan tidak berburuk sangka.
Untuk mengajak bicara, karna dua arah adalah baik adanya.
Doa Buku Telepon Saku

Hari ini setelah sekian lama aku berdoa,
hanya satu kata yang singkat,
yaitu bahagia.

Untuk Allah,
buat kamu,
dari aku.

Isi doa mirip buku telepon saku magnetik. Pada cover depan, hanya digantungkan satu kata. Tapi begitu kau membukanya, ada satuan..belasan..dan kalau bicara tentang pinta, ya aku maksud puluhan.

Bahagia.
Bila mendungnya hari membuat kau susah.
Bila kopi nikmat disajikan pada gelas styrofoam.
Bila aku ada dan tidak membahagiakanmu.
Bila...bila...bila...

Aku masih berat tuk mengatakan,
Auf Wiedersehen, Lieber.

Friday, November 24, 2006

Dalam hujan renik aku melunturkan air mataku jauh sebelum maskara cokelat karamel terduduk lemas di tepian pipi yang kini sudah jauh dari semu merah seperti saat kita pertama bertemu..

Saturday, November 18, 2006

Semua adalah Anjing

Katanya semua orang itu anjing.
Anjing pada kaki yang mudah berlari,
lidah yang suka menjilat,
gigi tajam yang mampu menggigit,
anjing, anjing, anjing!!

Dan pernah memang ada satu anjing,
yang bersabda bahwa tulang tidak baik.
Untuk kesehatan, apalagi hawa nafsu.

Malam ini teman anjingku yang sama,
bilang dia doyan tulang! Sial!

Wednesday, November 15, 2006

Aku ingin habiskan hari-hariku sampai tua dengan percintaan denganmu. Di dalam cangkir, hangat sudut perapian, lampu neon pada teras rumah, dan kerlingan pohon bambu yang beradu tatap mesra dengan angin malam. Dalam sunyi pun riuh gemuruh, mungkin cinta kita bisa seperti lampu kristal.
Rinduku Semalam

Seperti paruh bulan yang dimakan gelap malam,
sebuah mimpi yang terbang jauh tanpa sayap.
Kamar Lima

Diam saja, jangan bicara cinta.
Sedari tadi kamar merah berceceran kata.
Ada yang menyangkut di bawah pintu,
di kolong sofa, pada kaca jendela,
dan cermin yang nyaris runtuh.

Ada bekasku padanya,
ditulis dengan gincu merah,
diakhiri tanda seru.
Mungkin pangeran tampan dengan kuda peraknya mulai lelah berhenti di ujung gang, karna takut peri malam kan mengubahku jadi semangka lewat tengah malam, yang tak bisa kuakali lagi dengan tali rambut tuk naik ke atas menara.

Kalau kau tahu betapa besar cintaku,
ribuan kastil bisa kau bangun dengannya.
Sayang cintaku tak bisa dinominalkan,
apalagi dibeli.

Saturday, November 11, 2006

Kemeja Pelangi

Pak guruku yang berwarna.
Beda hari beda emosi beda warna kemejanya.

Tempo hari pak guru kenakan biru langit,
yang kutebak dicurinya dari kanvas matari pagi,
diam-diam dengan kecepatan tinggi.

Seminggu yang lalu merah muda warnanya,
seharum gulali di pasar malam dekat rumah,
semesra senyuman gadis perawan dikala jengah.

Hari ini tidak tahu kenapa, pak guruku nampak murung,
bukan hanya warna kemejanya yang abu,
mukanya pun jadi seperti batu.

Tapi tak mengapa,
kata ibuku tidak ada yang lebih menyedihkan,
dari mereka yang berpakaian putih-putih.
Mataku yang tertusuk pulpen menghisapnya dalam hingga mataku yang buta kemudian mengajarkanku tuk menulis dengan pulpen bertinta air mata.
Kamu adalah baris, gerutuan titik dan tanpa tanda tanya.

Friday, November 10, 2006

Kaki Empat Penyaru

Kamar tidurku tidak terlalu kecil,
namun entah kenapa sekarang terlihat mungil.
Ada sebuah tempat tidur yang maha tahu,
yang punya telinga, mata dan mulut dia mengaku.

Subuh aku bangun karna gemerisik,
heran kebingungan lalu semua orang turut menilik.
Atas dasar apa aku terusik.

Malam, pulang karna lelah,
masih saja dia cari celah.
Mengeluarkan bunyi-bunyi aneh.

Tertidur entah posisi apa,
tempat tidurku selalu merasa esa.
Saya paling tahu dia sedang apa,
mimpi apa dan bersama siapa.

Mungkin besok harus kupotong kaki tempat tidurku,
biar kuyakin dia tidak lebih dari benda mati yang menyaru.

Thursday, November 09, 2006

Lirih Ketiga

Ingin jadi kalajengking itu,
yang kau bunuh dengan setengah kaleng baygon.

Tidak ada ruang gerak lagi,
mati terpojok.

Nyatanya hati ini berontak,
masih mau mencintai dengan bebas.

Selamat menikmati,
kita semua menderita.
Kontras

Kalau para pembaca lebih suka foto daripada kata,
padahal mereka bukan penikmat cahya...

Dimana letaknya aku,
yang bisa bercerita tentang lelucon selembar daun,
dalam perseteruan pohon dan ranting,
tanpa harus perlihatkan pagi pun malam?

Aku tidak suka menggambarkan bentuk,
mungkin aku tidak bisa...
aku hanya ingin merasakannya.

Tuesday, November 07, 2006

Tiga Persamaan

Aku temukan kata cinta,
di balik bantal guling,
selimut perca,
dan seprei yang masih hangat.

Aku temukan kalimat rindu,
saat kantuk menyerang,
mata memerah,
dan kuap sesekali menyela perbincangan.

Terakhir dan nyaris sama,
pembicaraan nurani dengan nurani,
di akal yang nyaris mabuk,
oleh segelas campuran nuport.

Kejujuran meluncur begitu saja di balik sumpah serapah.
Dalam aura pagi hari, kantuk malam hari,
dan diri yang setengah sadar karna alkohol.

Terima kasih untuk sebuah kejujuran.
Loncat Pagar

Tidur yang nyenyak.

Ingin bisa gantikan lelah hari ini,
turunkan purnama di sebelah wajahmu,
biar kau tahu hari sudah larut.

Sembari pandangi sinarnya yang jatuh,
menepiskan semua lingkar gelap di bawah mata,
tinggalkan jernih retina yang jadi canduku.

Tidur yang nyenyak,
kalau perlu kubawa pergi matari pagi,
agar tidurmu bisa sedikit tenang.
Request by sms

Mari sini kugantikan lampu kamar mandi mu,
kuhilangkan pegal-pegal setelah kau fitness,
dan kubunuhkan kalajengking yang buatmu takut!

Lalu nanti gantian kau bunuh mimpi-mimpiku,
apa yang seharusnya tidak pernah tumbuh,
tapi kini aku bersyukur memilikinya.

Sunday, November 05, 2006

Empat Keajaiban

Bagaimana melukiskan langit,
dalam kanvas putih kapur?
Dan definisikan oranye senja,
yang mampir di bias matamu?
Separuh Minggu

Tidak ada yang sama lagi.
Bahkan kadar gelisah yang mengganggu,
benar-benar melonjak tinggi,
seperti kolesterol bulan lalu.
Two sides of a coin

Cinta yang membuatku ingin mati muda.
Ingin melepas semua mimpi yang menyiksa bangunku.

Cinta yang menghidupkan,
dan kini sewaktu-waktu bisa membunuhku.

Saturday, November 04, 2006

Kesal dan Sesal

Nyaris tak tertahankan,
aku hampir menuhankan kau,
yang kini tak lebih dari serpihan mimpi,
layaknya remahan di tepi bibirku.
Sayangnya bukan aku yang mengecap,
mengunyah dan nikmatinya.
Satu-Dua

Katakanlah yang benar di atas yang baik,
pun jangan lupakan yang baik di sela benar mu.
Sebuah pelajaran yang menyakitkan buatku.
Pilihan

Mencintai diriku,
berujung kehancuran.
Mencintai dirimu,
memberiku hidup.

Mencintaimu dan bersamamu adalah surga.
Tidak bisa bersamamu adalah neraka,
padahal belum saatku untuk mati.
Sebutan Baru

Adalah suatu hukuman.

Untuk menghirup udara pagi,
dan merasakan panas matari,
yang suam-suam kuku...

Untuk menikmati air hujan,
yang menerpa wajah perlahan,
renik demi renik membasahi kening...

Hari yang tetap menjadi hari,
indah yang selalu indah,
walau kurang esensinya.

Dan aku dipaksa, terpaksa,
menikmatinya sendiri.

Friday, November 03, 2006

Perfect Match

Aku itu seruas buluh yang berlubang,
diam saja tak pergi kian kemari,
menunggu selintasan angin yang bertiup,
hingga BUNYI!
Time After Time

Terlalu banyak tatap mata,
dengan artian sebesar jagad raya.
Terlalu panjang daftar lagu,
yang dijadikan cerminan rasa.

Thursday, November 02, 2006

Cerita Siapa

Dulu aku bercerita tentang gajah meta,
dia mengamuk dan jatuh gila,
karna dibuang oleh kawannya.

Mungkinkah gajah meta tengah berkata,
ada seorang dalang yang digelar oleh wayangnya.

Pementasan yang bodoh,
karna dialah satu-satunya,
yang empunya cerita.
Kejujuran Kalimat Picisan

Dulu aku menunggu hari ini,
dimana temanku hanya lantunan frase,
terngiang-ngiang dan dalam keheningan suara.

Pagi, siang dan malam,
saat tak kurasakan lagi lidah yang ingin mengecap,
rangkum tangan yang ingin memeluk,
dan berharap inilah mati rasa.

Nyatanya aku tetap hidup.
Mungkin compang camping,
kurus kering nantinya,
dan bersin ratusan kali sehari.

Tapi tetap hidup,
untuk (menunggu) kamu.
Sebuah Renungan Bau

Hari ini aku terbangun,
dan nafasku bau kamu.

Masuk ke kamar mandi,
tidak ada lagi bau karbol,
baunya berganti kamu.

Lewat lemari baju,
pewangi melatinya sudah habis.
Tersisa bau kamu.

Mungkin hari ini aku pergi.
Atmosfer mobil masih sama,
dan abu rokokmu yang biasa menempel,
pastinya akan bau kamu.