Friday, July 09, 2010

Terbakar Airmata

Barang-barang di rumahku mudah terbakar,
setiap kesedihan memuncak dan airmata menetes,
tetesannya mengalir ke arloji, pigura, buku,
menjadi laiknya bensin..

Bila mereka mengakhiri tangis dengan senyum,
barang-barang itu selamat, tidak hangus terbakar.
Lain halnya bila malam tak ditutup dengan damai,
maka terdengar tinnggg! Mirip bunyi pematik api,
bersamaan dengan terpejamnya mata karna perih.

Itulah sebabnya aku berkata pada setiap yang datang,
dan beristirahat satu, dua jam,
apalagi menginap.

Jangan kalian pelihara bibit kesedihan di rumah ini,
tinggalkan saja di depan pintu rumahku,
atau masukkan dalam kotak pos dekat pagar,
biar dibawa angin lalu yang bertugas tiap menit.

Jangan biarkan rumahku hancur, bukan karna banjir airmata,
yang masih bisa kering walau sedikit rusak.
Tapi karna kebakaran yang meluluhlantakkan hati dan kenangan di dalam,
dan menyisakan hanya abu untuk menyambut sakramen taubat.

Jangan biarkan,
lebih baik kau tak usah datang berkunjung.

Resting House, Juli 2010

Sunday, July 04, 2010

Yang Tersesat Dalam Putaran Waktu

Sayang, aku seperti sudah gila!

Aku bicara sendiri dengan aksara yang berserakan di pandang mataku, aku melihatnya bangun dan menyusun utuh tubuh untuk kemudian berdiri tegak, tanpa ragu dia menyapu koma dan menendang titik, menghirup sisa harum air mata di antara kata, menjadikannya nyawa.

Aku melihatmu, terpisah dari detik ini dan kenyataan ini, seakan-akan terbelah dua. Tapi dua-duanya nyata! Hidupmu sungguh terlalu benar untukku eliminir, tentu tidak dengan romantisme yang kau genggam erat di retak hatimu.

Hatimu pernah retak karenaku. Aku yang lupa daratan, yang asyik dengan duniaku sendiri. Biar mereka bilang aku gila.....diam-diam aku masih bisa melihatmu. Kamu yang hidup sampai hari ini, dan kepingan diriku yang kutitipkan untuk bahagia denganmu.

Tidak Ada Transisi, Hanya Ada Abadi

Saturday, July 03, 2010

Rahasia Pemenang

Malam ini aku meletakkan sepatu lariku,
telapak yang pegal dan kapalan kukeluarkan dari kaos kaki,
entah keberapa belas pasang yang kukenakan,
hampir sepanjang tahun.

Perlombaan memang belum usai,
tapi aku ingin berhenti.

Trek lari tidak akan pernah habis,
dan takkan pernah lurus,
sama seperti waktu,
yang berjalan dan berputar.

Aku berhenti menjadikan waktu musuh,
bersaing dengan siapa saja,
dan berusaha menjadi yang terbaik.

Malam ini aku sudah tahu apa jawabannya.

Kita semua bisa jadi pemenang,
atas hidup yang entah sampai kapan.
Berdamai dengan kenyataan,
dan berusaha mencari harga diri di sela kekalahan,
karena kita akan selalu kalah dengan kesalahan kita sendiri.

@ left bedside, Juli 2010