Dia yang mengaku nasib
Rupanya perempuan itu dinamai nasib,
yang hendak memburuku kesana kemari.
Menguntitku laiknya bayangan,
menyerupaiku pada bidang putih,
yang tak mungkin hitam.
Tidak tahukah engkau?
Bunga dinamai tak hanya karna warna,
harum, penempatan, kekaguman,
dan pemujaan gadis-gadis padanya?
Mimpi sudah kau manusia ciptakan bunga,
lebih dari sebatas silang menyilang,
walau kau telah adopsi bentuk dan rupa,
bau yang nyaris sama dari pewangi paling mutakhir.
Sayangku, nasibku tercinta...
kau boleh mengaku bunga,
hujankan perhatian,
dan ucapkan kalimat resah,
dalam nada yang terindah...
Tapi kau bukanlah aku,
sebagaimana kata adalah nafasku,
dan bukan untuk menguasai mayapada.
Satu hal yang tak bisa kau curi,
tak bisa kau tiru,
duniamu mencintaiku,
apa adanya aku!
No comments:
Post a Comment