Sepasang mata menyala, bukan dalam gelap malam,
tapi mulai dari tepi dan awalan hari.
Di antara kabut dan ketebalan udara, dia mengintai,
dengan sinar dan kilat yang tidak besar tetapi runcing.
Seperti pantulan gundu dan bintang, membedakan,
menakutkan.
Mengikuti setiap gerak gerik dan helaan nafas,
seperti menanti, untuk menyerang dan memporak
porandakan.
Membuat takut setiap langkah, ingin siaga ingin selalu
terjaga,
tapi senja sudah mendekat dan segala sesuatu kian jadi sunyi,
pelan, dan pelan..semua mulai mati dan bertumbangan,
ingin beristirahat melewati hari..
Sampai akhirnya aku menyerah, dan tidak kuasa menahan,
seketika itu pula sepasang rin- dan –du menyergap,
BLAAAARRRRRRRR DRRRRRRRRRR, dengan guncangan hebat
seperti erupsi,
merasuk ke tiap pori, membanjiri keenam indera
memaksakan mereka untuk mengingat,
menggoncang sukma dan mengkonsumsi candu kegilaan
lamat-lamat,
nikmat merindukanmu, tanpa harus lagi bersembunyi….dan
berlari.
Begitulah aku sempat membunuh
untuk sekedar tak merindukanmu,