Beli Satu Gratis Satu, Harga Diskon!
Dulu waktu usia tanggung saya harus memilih.
Mau masuk kelas logika, dagang atau bahasa.
Akhirnya saya masuk kelas dagang,
agar bisa jual ini itu, siapa tahu cepat kaya.
Rupanya saya tidak pintar berdagang,
tak seperti Alung yang sekarang bisnis kapal,
atau Ruby yang merintis bengkel ban.
Saya ini lulusan kelas dagang yang jatuh cinta.
Jatuh hati sampai badan dengan kata-kata.
Jadi saya ini lulusan palsu.
Entah saya ini beruntung atau apa,
tidak menukarkan jiwa asli dengan rupiah,
tapi sekarang jadi kebingungan,
kenapa dulu tidak ada kelas pemulung.
Paling tidak makan dua kali sehari,
hasil tukarkan plastik satu per kilo,
dengan 700 rupiah.
Atau alumunium bila mujur,
makan jadi tiga kali,
karna bisa 5000 rupiah dihargai.
Mereka kerja di lahan yang luas.
Lebih dari lapangan bola walau bau tengik,
tapi paling tidak masih bisa dibarterkan.
Kalau saya dikasihani waktu,
terkadang bisa juga buat satu paragraf.
Di kertas yang mudah lecek,
selalu jadi selipan yang terlupa.
Kalau saya diburu waktu,
rasanya kalimat-kalimat hanya main loncat tali.
Dari sisi otak kanan ke kiri,
tanpa keluar dari jeratan mulut.
Bila iseng saya keluar,
ingin mengeletek kata HALAL dari kaleng makanan,
menggabungkan dengan kata CINTA,
dari kartu pos gratisan waktu Valentine.
Biar semua kata cinta bisa laku dikonsumsi,
siapa tahu orang yang miskin hati mencari pelarian,
lalu jadi kastemer setia.
Biar saya jadi penyair,
yang setidaknya bisa bangga hati,
ikut-ikut mereka, yang makan dua kali sehari.
No comments:
Post a Comment