Bernada saja
Eulogi untuk masa,
atas sebuah titik,
dan juga akhirnya.
Tidak perlu renyah nada,
cukup merangkum indera,
kau adalah efeufoni telingaku.
Perempuan Senja. Suka menulis sejak mengerti S-P-O-K. Hanya saja sekarang K berganti rupa jadi Kamu. Punya hubungan cinta benci dengan tulisan, rasa dan kenangan.
Wednesday, October 26, 2005
Satu testamen
Ibu suka membuang tatap,
dan ayah tertawa kecil,
waktu aku bicara tentang mati.
Disain nisan dengan hiasan di sudut,
bernuansa abu tapi jangan terlihat muram.
Kita semua pasti mati kan?
Jangan lupa kau ambil testamen,
sepucuk surat dalam brankas.
Tertera namamu di amplop.
Bukan kepada yang terhormat suamiku,
tapi untuk yang tercinta bekas pacarku.
Ibu suka membuang tatap,
dan ayah tertawa kecil,
waktu aku bicara tentang mati.
Disain nisan dengan hiasan di sudut,
bernuansa abu tapi jangan terlihat muram.
Kita semua pasti mati kan?
Jangan lupa kau ambil testamen,
sepucuk surat dalam brankas.
Tertera namamu di amplop.
Bukan kepada yang terhormat suamiku,
tapi untuk yang tercinta bekas pacarku.
Kalimat pendek
Ego menyusun kata,
lalu merangkai kalimat.
Bila aku adalah masa lalu,
siapa lah aku yang sekarang.
Ego menyusun kata,
lalu merangkai kalimat.
Bila aku adalah masa lalu,
siapa lah aku yang sekarang.
Waktu dan ruang
Sekarang sayap mengepak,
dan senyum diterpa angin,
begitu bebas.
Hanya saja aku rindu satu kata,
perbendaharaanmu seorang,
'pulang'.
Sekarang sayap mengepak,
dan senyum diterpa angin,
begitu bebas.
Hanya saja aku rindu satu kata,
perbendaharaanmu seorang,
'pulang'.
Monday, October 24, 2005
Bukan surat cinta
Penaku patah, tintanya buyar,
dan sisanya menguap entah kemana.
Imajinasiku tumpul,
lembar kata berlepasan,
mungkin aku impoten.
Hanya karna kata,
tak pernah cukup.
Tak juga kabut mata,
teriak dan keringat.
Manik jiwa masih menanti,
dengan waktu yang semakin menipis.
Penaku patah, tintanya buyar,
dan sisanya menguap entah kemana.
Imajinasiku tumpul,
lembar kata berlepasan,
mungkin aku impoten.
Hanya karna kata,
tak pernah cukup.
Tak juga kabut mata,
teriak dan keringat.
Manik jiwa masih menanti,
dengan waktu yang semakin menipis.
Saturday, October 22, 2005
Demam sebutan
Jangan samakan rusa dengan karibu,
hampir serupa bukan berarti sejenis.
Juga gandewa dan gandi,
yang sama-sama busur panah,
tapi jelas beda karna aksara.
Lalu apa jadinya bila nanti,
brahma bertitah malam itu siang,
dan awal itu akhir.
Aku tertawakan kau,
kau pada mereka,
dan mereka karna kita.
Jangan samakan rusa dengan karibu,
hampir serupa bukan berarti sejenis.
Juga gandewa dan gandi,
yang sama-sama busur panah,
tapi jelas beda karna aksara.
Lalu apa jadinya bila nanti,
brahma bertitah malam itu siang,
dan awal itu akhir.
Aku tertawakan kau,
kau pada mereka,
dan mereka karna kita.
Tuesday, October 18, 2005
Pencarian
Alasanku hari ini adalah enggan.
Tatap muka sungguh berat,
bahkan lebih dari sekarung bara.
Rupanya kita terserok,
lalu ramai-ramai masuk kotak.
Keluar saat malam tiba,
dan kelir terpasang rapih,
dengan berpuluh mata siaga.
Dari dulu sudah begitu,
kita hanya lakon belaka.
Iku ularana den kepanggih,
tahukah apa yang kau cari?
Alasanku hari ini adalah enggan.
Tatap muka sungguh berat,
bahkan lebih dari sekarung bara.
Rupanya kita terserok,
lalu ramai-ramai masuk kotak.
Keluar saat malam tiba,
dan kelir terpasang rapih,
dengan berpuluh mata siaga.
Dari dulu sudah begitu,
kita hanya lakon belaka.
Iku ularana den kepanggih,
tahukah apa yang kau cari?
Idan idan iking rat
Dia sudah ada,
sebelum aku ada,
bahkan juga sebelum kau.
Pada susah dan beban,
kau hendak kelanakan diri.
Tundukkan kepala,
tengadahkan telapak,
cari mencari kemana-mana.
Tidakkah kau tahu,
Tuhan sudah mati.
Kau tidak temukan dia saat kau hidup,
tuk sekedar jawab semua tanya.
Dia mati saat kita hidup,
jadi kau tidak dapat temukan Tuhan.
Dia sudah ada,
sebelum aku ada,
bahkan juga sebelum kau.
Pada susah dan beban,
kau hendak kelanakan diri.
Tundukkan kepala,
tengadahkan telapak,
cari mencari kemana-mana.
Tidakkah kau tahu,
Tuhan sudah mati.
Kau tidak temukan dia saat kau hidup,
tuk sekedar jawab semua tanya.
Dia mati saat kita hidup,
jadi kau tidak dapat temukan Tuhan.
Saturday, October 15, 2005
Kekuatan rasa
Tiupkan mantra,
pada kelopak yang berat,
ucapkan aku sayang kau,
dan dunia kembali berwarna.
Dan bangun saja taman bunga,
di sisiran pantai penuh karang,
lalu di balik telinga puan,
tersiar indah seantero buana.
Pernah percaya,
hati keras dan mata hati,
pada kekuatan cinta.
Yang memang ampuh,
untuk semua kecuali satu,
dan itu urusan vertikal.
Tiupkan mantra,
pada kelopak yang berat,
ucapkan aku sayang kau,
dan dunia kembali berwarna.
Dan bangun saja taman bunga,
di sisiran pantai penuh karang,
lalu di balik telinga puan,
tersiar indah seantero buana.
Pernah percaya,
hati keras dan mata hati,
pada kekuatan cinta.
Yang memang ampuh,
untuk semua kecuali satu,
dan itu urusan vertikal.
Anak harapanku
Hari ini tanaya mati,
melompat keluar dari rahim,
dengan jantung tak berdenyut.
Terlalu penuh sesak,
asa tak lagi leluasa.
Tak cukup banyak oksigen,
untuk bilik harap yang kecil.
Hari ini tanaya mati,
melompat keluar dari rahim,
dengan jantung tak berdenyut.
Terlalu penuh sesak,
asa tak lagi leluasa.
Tak cukup banyak oksigen,
untuk bilik harap yang kecil.
Manusia hari ini
Lelap, rebahkan syak,
sinar matari pasti datang,
itulah pagi yang kutahu.
Menyesakkan nafas,
hawa yang terlalu panas,
ah..siang hari yang wajar.
Senja, dengan merah-ungu,
heningkan fikir,
sejenak dan dua.
Lalu malam,
kembali lagi,
senyap dan sepi.
Aku begitu mengenalmu,
sama seperti empat cuaca,
pada panjang hariku.
Bahkan seperti garis tangan,
jumlah helai rambut putih,
dan gelisah milikku.
Lelap, rebahkan syak,
sinar matari pasti datang,
itulah pagi yang kutahu.
Menyesakkan nafas,
hawa yang terlalu panas,
ah..siang hari yang wajar.
Senja, dengan merah-ungu,
heningkan fikir,
sejenak dan dua.
Lalu malam,
kembali lagi,
senyap dan sepi.
Aku begitu mengenalmu,
sama seperti empat cuaca,
pada panjang hariku.
Bahkan seperti garis tangan,
jumlah helai rambut putih,
dan gelisah milikku.
Thursday, October 13, 2005
Independensi
Alur mundur,
sepertinya tepat.
Biar wacana tak lagi bicara,
dan semuanya jadi bisu.
Tak lagi kata,
bunyi dan suara.
Agar semua neuron efektif,
menjelmakan inti masing-masing,
tak sekedar menghirup uap,
yang kebetulan lewat.
Alur mundur,
sepertinya tepat.
Biar wacana tak lagi bicara,
dan semuanya jadi bisu.
Tak lagi kata,
bunyi dan suara.
Agar semua neuron efektif,
menjelmakan inti masing-masing,
tak sekedar menghirup uap,
yang kebetulan lewat.
Sebuah keluh kesah
Bayu daksina terlampau kencang,
menggulung semangatku serta,
dengan resah, debu, pilu...
Bayu daksina terlampau kencang,
menggulung semangatku serta,
dengan resah, debu, pilu...
Tuesday, October 11, 2005
Get well soon, champ!
Ingin berada disana,
menyeka peluh dan nyeri,
dengan saputanganku,
yang dirajut dari asa,
berbordir kesturi.
Kutiup sakitmu jauh,
hinggap saja di aku,
bila perlu.
Ingin berada disana,
menyeka peluh dan nyeri,
dengan saputanganku,
yang dirajut dari asa,
berbordir kesturi.
Kutiup sakitmu jauh,
hinggap saja di aku,
bila perlu.
Lafal, terlalu
Gilang gemilang,
dengan wangi cendana.
Nestapa dalam balutan sutera.
Pengarang bunga kata,
karamkan jantung hati.
Gilang gemilang,
dengan wangi cendana.
Nestapa dalam balutan sutera.
Pengarang bunga kata,
karamkan jantung hati.
Monday, October 10, 2005
Sudut
Terang terang laras,
saat semua lengkap.
Sampai muncul riak,
dan itu menggangguku,
tapi tidak untukmu.
Matari jatuh,
kau sembunyikan cahya,
di kantung celana,
semua masih terang terang laras.
Terang terang laras,
saat semua lengkap.
Sampai muncul riak,
dan itu menggangguku,
tapi tidak untukmu.
Matari jatuh,
kau sembunyikan cahya,
di kantung celana,
semua masih terang terang laras.
Sunday, October 09, 2005
Sadagati
Rindu bercermin,
pada diri yang berontak,
bukan berarti tak berotak.
Dahaga rasa,
tuangkan pada lensa,
pun kanvas manusia.
Rindu bercermin,
pada diri yang berontak,
bukan berarti tak berotak.
Dahaga rasa,
tuangkan pada lensa,
pun kanvas manusia.
Samara
Sempurnakan strategi,
buat seribu alasan untukmu.
Dari terik hingga senyap,
embun sampai resah.
Sempurnakan strategi,
buat seribu alasan untukmu.
Dari terik hingga senyap,
embun sampai resah.
Kau (juga) sebuah mimpi
Selamat pagi,
udara dingin,
secangkir kopi.
Kau masih melesak,
terlelap di sofa sebelah.
Rampai-rampai mimpi,
berserakan di baju.
Selamat pagi,
percakapan beku,
secangkir pupur.
Selamat pagi,
udara dingin,
secangkir kopi.
Kau masih melesak,
terlelap di sofa sebelah.
Rampai-rampai mimpi,
berserakan di baju.
Selamat pagi,
percakapan beku,
secangkir pupur.
Panggung air sungai
Linang, berkilau-kilau.
Bulan penuh lampu sorot,
hulu ke hilir, melincir perlahan.
Bukan musim limbat,
tapi malam ini digelar satu judul,
tentang ceraian mimpi.
Linang, berkilau-kilau.
Bulan penuh lampu sorot,
hulu ke hilir, melincir perlahan.
Bukan musim limbat,
tapi malam ini digelar satu judul,
tentang ceraian mimpi.
Friday, October 07, 2005
Purnama dan aku
Seribu malam kau tunggu bintang jatuh,
dan satu akhirnya tiba,
dengan kedua lengan mendekap.
Kau tata sinar perak,
serupa tiara di kepala,
resapi arti indahnya,
sebelum hari beranjak terang.
Seribu malam kau tunggu bintang jatuh,
dan satu akhirnya tiba,
dengan kedua lengan mendekap.
Kau tata sinar perak,
serupa tiara di kepala,
resapi arti indahnya,
sebelum hari beranjak terang.
Wednesday, October 05, 2005
Beberapa untuk satu
Ingat kesan pertama itu?
Begitu dingin, tak tersentuh.
Sampai detail wajah terlupa,
nama lalu jadi ingatan tunggal.
Waktu bisa menelan kebekuan,
dan juga buyarkan mimpi.
Lupakan itu, kau lah mimpiku,
yang kurajut dengan kesabaran.
Ingat kesan pertama itu?
Begitu dingin, tak tersentuh.
Sampai detail wajah terlupa,
nama lalu jadi ingatan tunggal.
Waktu bisa menelan kebekuan,
dan juga buyarkan mimpi.
Lupakan itu, kau lah mimpiku,
yang kurajut dengan kesabaran.
Buruknya kemegahan
Masih sama, lensa cekung di matamu,
jadikan ulat itu kupu-kupu,
jauh sebelum waktunya.
Dimana tak disusuri halus aspal,
warna mega tak terhalang gedung,
membuatmu bernafas lega.
Indahkah aku di bias lensa cekungmu,
atau burukkah aku dipantulkan disana?
Masih sama, lensa cekung di matamu,
jadikan ulat itu kupu-kupu,
jauh sebelum waktunya.
Dimana tak disusuri halus aspal,
warna mega tak terhalang gedung,
membuatmu bernafas lega.
Indahkah aku di bias lensa cekungmu,
atau burukkah aku dipantulkan disana?
Sekalimat janji
Kuseka pilu di lembar akhir,
buku-buku susuri tangga kata.
Kutemui sepasang telinga di baliknya,
kudekati dengan debar jantung berlomba.
Terima kasih tuk malam tadi,
aku rupanya tak merekayasa kerlip mimpi,
yang kubangun di langit orang lain.
Itu mimpi kita,
milik kita.
Kuseka pilu di lembar akhir,
buku-buku susuri tangga kata.
Kutemui sepasang telinga di baliknya,
kudekati dengan debar jantung berlomba.
Terima kasih tuk malam tadi,
aku rupanya tak merekayasa kerlip mimpi,
yang kubangun di langit orang lain.
Itu mimpi kita,
milik kita.
Monday, October 03, 2005
Melukis langit
Seharian ini hujan tak jadi mampir,
sekedar renik di ujung rumput pun tidak.
Bisa jadi senyum dan tawa kita bergema,
dipantulkan dan diperkuat oleh awan.
Mendung ditiup angin,
disapu biru muda,
tak hanya di kanvas langit.
Seharian ini hujan tak jadi mampir,
sekedar renik di ujung rumput pun tidak.
Bisa jadi senyum dan tawa kita bergema,
dipantulkan dan diperkuat oleh awan.
Mendung ditiup angin,
disapu biru muda,
tak hanya di kanvas langit.
Untuk penulisku
Jika memori dapat membunuh,
dia dapat hidupkanku lagi,
bahkan ratusan kali,
karna indah ingatan tentangmu.
Jika memori dapat membunuh,
dia dapat hidupkanku lagi,
bahkan ratusan kali,
karna indah ingatan tentangmu.
Sunday, October 02, 2005
Natural
Mencintaimu apa adanya,
semudah terbangun di pagi hari,
karna matari yang mulai mengusik,
menerpa berat kelopak,
dengan sejuk butiran embun.
Sama alaminya dengan malam hari,
yang pusatkan dingin di sekeliling,
membuat kita ciut seketika.
Begitulah terjal, diinginkanmu,
dimilikimu, dan dicintaimu,
apa adanya aku.
Mencintaimu apa adanya,
semudah terbangun di pagi hari,
karna matari yang mulai mengusik,
menerpa berat kelopak,
dengan sejuk butiran embun.
Sama alaminya dengan malam hari,
yang pusatkan dingin di sekeliling,
membuat kita ciut seketika.
Begitulah terjal, diinginkanmu,
dimilikimu, dan dicintaimu,
apa adanya aku.
Tujuh samskara
Samskara, inginku dekati sempurna,
bulat hingga hitungan ketujuh.
Mungkin itu hanya ingin-inginan,
angan yang lebih-lebihan.
Kau mimpiku,
jadi bolehkah aku lelap,
dan bermimpi lagi?
Samskara, inginku dekati sempurna,
bulat hingga hitungan ketujuh.
Mungkin itu hanya ingin-inginan,
angan yang lebih-lebihan.
Kau mimpiku,
jadi bolehkah aku lelap,
dan bermimpi lagi?
Subscribe to:
Posts (Atom)