Nasib Maluku
Putak dari pohon gewang,
bikin melayang-layang,
nasib tak tertahankan.
Ini paceklik mau sampai kapan,
sulit dienyahkan laiknya jembalang.
Perempuan Senja. Suka menulis sejak mengerti S-P-O-K. Hanya saja sekarang K berganti rupa jadi Kamu. Punya hubungan cinta benci dengan tulisan, rasa dan kenangan.
Wednesday, February 28, 2007
Malam untuk Tiara
Perbincangkan mati muda,
dalam seteko kopi panas.
Dua orang bersesakan,
berbagi gurih dan gula,
menyisakan gagasan,
di balik keresahan.
untuk Tiara Amalia,
hidup mati muda, sista!
Perbincangkan mati muda,
dalam seteko kopi panas.
Dua orang bersesakan,
berbagi gurih dan gula,
menyisakan gagasan,
di balik keresahan.
untuk Tiara Amalia,
hidup mati muda, sista!
Tuesday, February 27, 2007
Gelisah
Ibu menghibur aku,
bapak mengharu biru,
kakak serba bisu.
Mereka ada untukku,
siapa yang ada untukmu?
Ibu menghibur aku,
bapak mengharu biru,
kakak serba bisu.
Mereka ada untukku,
siapa yang ada untukmu?
Monday, February 26, 2007
Penyakit Otak
Euphoria mu menular!
Tegukan kesekian,
membujurkan tubuh ku,
menyetrum hingga kaki!
Hanya lewat kabel telepon
Euphoria mu menular!
Tegukan kesekian,
membujurkan tubuh ku,
menyetrum hingga kaki!
Hanya lewat kabel telepon
Ulang Tahun Kawan
berkelana dengan bebasku
mengendarai angin dua malam lalu
tanpa pelana menguret
rahim yang telah lengket
berkelana dengan bebasku
mengendarai angin dua malam lalu
tanpa pelana menguret
rahim yang telah lengket
Sunday, February 25, 2007
Pesan Terkirim (Belum Terbalas)
Aku bergurau..
tentang cerah langit,
yang jadi muram,
karna kau enggan berkata.
Mungkin aku harus menunggu,
hingga senja serentak,
menggenangi padang rumput,
mengecat ulang gedung pencakar langit,
mengendap malas di dasar gelas kopiku.
Baru nanti kau mau berkata,
setelah pesanku jauh berlalu.
Aku bergurau..
tentang cerah langit,
yang jadi muram,
karna kau enggan berkata.
Mungkin aku harus menunggu,
hingga senja serentak,
menggenangi padang rumput,
mengecat ulang gedung pencakar langit,
mengendap malas di dasar gelas kopiku.
Baru nanti kau mau berkata,
setelah pesanku jauh berlalu.
Bukan Semalam
mungkin aku sudah kembali mati
dan bahkan penuh
dalam kekosongan
ketika kuketahui
diriku tak lebih
dari secarik kertas usang
yang buatmu mual
tercekat menyangkut
bergumpal di balik
kerongkongan
yang memuntahkan
kata cinta
bertintakan alkohol
menguap!
begitu api
membakar
tetes air mata
mungkin aku sudah kembali mati
dan bahkan penuh
dalam kekosongan
ketika kuketahui
diriku tak lebih
dari secarik kertas usang
yang buatmu mual
tercekat menyangkut
bergumpal di balik
kerongkongan
yang memuntahkan
kata cinta
bertintakan alkohol
menguap!
begitu api
membakar
tetes air mata
Cium
Kau mengecup kelopak mata ku,
tanpa perlu tanda tanya.
Membaca geliat hitam di atas putih,
entah mencari apa.
Mereka-reka,
yang tak bisa direla (kan).
Kau mengecup kelopak mata ku,
tanpa perlu tanda tanya.
Membaca geliat hitam di atas putih,
entah mencari apa.
Mereka-reka,
yang tak bisa direla (kan).
Friday, February 23, 2007
Februari Bulan Baru
kuberi hari
pada kosong
yang seru menyerang
kuberi bulan
pada tenang
yang tak terang benderang
kuberi tahun
pada gerbong
yang membawamu pulang
kuberi tanggal
hari bulan tahun
untuk kita
yang tak pernah usai
kuberi hari
pada kosong
yang seru menyerang
kuberi bulan
pada tenang
yang tak terang benderang
kuberi tahun
pada gerbong
yang membawamu pulang
kuberi tanggal
hari bulan tahun
untuk kita
yang tak pernah usai
Thursday, February 22, 2007
Sempuras Rasa
Senja hari ini kuhabiskan penuh khidmat.
Dengan secangkir kopi, ingatan, air mata,
semua berbaris rapih.
Ketiganya saling bersahutan,
dalam tempo yang sudah ditentukan.
Terkadang mereka susul-menyusul,
tanpa perlu ketergesaan.
Biar kopi jadi asin,
ingatan jadi manis,
dan air mata...
pada akhirnya jadi tawar.
Senja hari ini kuhabiskan penuh khidmat.
Dengan secangkir kopi, ingatan, air mata,
semua berbaris rapih.
Ketiganya saling bersahutan,
dalam tempo yang sudah ditentukan.
Terkadang mereka susul-menyusul,
tanpa perlu ketergesaan.
Biar kopi jadi asin,
ingatan jadi manis,
dan air mata...
pada akhirnya jadi tawar.
Sunday, February 18, 2007
Pertanyaan Sederhana
kalau aku mampu
menghirup kembali
leleran air mata
yang jatuh vertikal
susul menyusul
dengan tubuhku
yang meluncur hancur
bisakah aku terbang
lepas dari guliran detik
yang masih berjalan linier?
kalau aku mampu
menghirup kembali
leleran air mata
yang jatuh vertikal
susul menyusul
dengan tubuhku
yang meluncur hancur
bisakah aku terbang
lepas dari guliran detik
yang masih berjalan linier?
Saturday, February 17, 2007
Pesanan : Kopi Tawar
kenyat kenyit hati ini
ada pemuda tanggung tak tahu diri
diberi manis madu malah menggerutu
manis madu..
ma-NIS ma-DU!
nanti kucoba formulasikan lagi
semoga tidak berubah jadi asin
pagi buta begini
terlalu sepi
untuk menyeduh kopimu
tanpa deraian air mata
kenyat kenyit hati ini
ada pemuda tanggung tak tahu diri
diberi manis madu malah menggerutu
manis madu..
ma-NIS ma-DU!
nanti kucoba formulasikan lagi
semoga tidak berubah jadi asin
pagi buta begini
terlalu sepi
untuk menyeduh kopimu
tanpa deraian air mata
belajar membaca (rasa)
mataku lelah
panas
tak lagi basah
usai membaca derita
lamat-lamat
yang tak mungkin
jadi sekedar cerita
mataku lelah...
malam ini
aku mau mati
tanpa susah payah
mataku lelah
panas
tak lagi basah
usai membaca derita
lamat-lamat
yang tak mungkin
jadi sekedar cerita
mataku lelah...
malam ini
aku mau mati
tanpa susah payah
Wednesday, February 14, 2007
Roma - Arabia
lampu candelier
begitu aku selalu menyalakan ingatan
tentang kamu
kutempatkan di bumbungan
biar bau minyak zaitun
minyak dari pokok zaitun
yang bukan milik barat atau timur
melingkupiku
membawaku terbang ke suatu masa
tak jauh dari taman eden
dipenuhi pohon palem
dan anggur dengan sungai deras
mengembalikanku bersih
dalam oase mu
yang tak pernah berkesudahan
lampu candelier
begitu aku selalu menyalakan ingatan
tentang kamu
kutempatkan di bumbungan
biar bau minyak zaitun
minyak dari pokok zaitun
yang bukan milik barat atau timur
melingkupiku
membawaku terbang ke suatu masa
tak jauh dari taman eden
dipenuhi pohon palem
dan anggur dengan sungai deras
mengembalikanku bersih
dalam oase mu
yang tak pernah berkesudahan
Buruan Rindu
sekali saja
aku ingin kau
berlaku jamak
kalau perlu
mengalahkan aggelos
menjadi maha hadir
sekali saja
aku ingin kau
berlaku jamak
kalau perlu
mengalahkan aggelos
menjadi maha hadir
Lalu Lintas Bercinta
apakah cinta akan cukup
menyebrangi dua arus yang berbeda
belum kanan lagi kiri
dengan muatan yang membludak
apakah cinta akan cukup
menyusuri lorong waktu
memungut detik yang berluruhan
sebelum merembes dalam
dan dijadikan marka jalan
apakah cinta akan cukup
mengembalikan penerangan jalan
agar pejalan kaki yang linglung
pengembara yang gelisah
semua kembali pada jalurnya
apakah cinta akan cukup
apakah cinta akan
apakah cinta (itu)?
apakah cinta akan cukup
menyebrangi dua arus yang berbeda
belum kanan lagi kiri
dengan muatan yang membludak
apakah cinta akan cukup
menyusuri lorong waktu
memungut detik yang berluruhan
sebelum merembes dalam
dan dijadikan marka jalan
apakah cinta akan cukup
mengembalikan penerangan jalan
agar pejalan kaki yang linglung
pengembara yang gelisah
semua kembali pada jalurnya
apakah cinta akan cukup
apakah cinta akan
apakah cinta (itu)?
Saturday, February 10, 2007
Cerita Roman Berjudul Kita
Laiknya kain sutera, yang tak pernah usai,
dijahitkan saputangan..
Laiknya orkes, yang seragam membaca,
lalu tak pernah memainkan..
Laiknya air mata mengalir deras,
hanya menumbuhkan pohon kayu manis..
Laiknya kain sutera, yang tak pernah usai,
dijahitkan saputangan..
Laiknya orkes, yang seragam membaca,
lalu tak pernah memainkan..
Laiknya air mata mengalir deras,
hanya menumbuhkan pohon kayu manis..
Tuesday, February 06, 2007
: TIGA RASA ::
Anggur
Tua-tua keladi,
semakin tua semakin jadi.
Aku sering tertawakan dia,
yang berdiri di seberang cermin,
semakin hari semakin tua saja.
Aku tertawakan dia juga,
semakin terbahak nampaknya.
Jatuh cinta padamu,
kembang terindah di pasar Barito,
dara tercantik yang pernah ada.
Tapi pandai benar kau mainkan kata,
katamu sederetan uban ini karismatik,
buatku seperti anggur putih,
semakin tua semakin pekat.
Dengan kelezatan yang bertambah,
sejalan dengan waktu yang bergulir.
Memang kau perempuan hebat.
Manis raut wajah,
apalagi kata-kata.
Madu
Keras hatiku menyangkut begitu rupa,
bagai batuk tahunan.
Entah kau datang darimana,
dengan teksturmu yang kental,
bisa lembutkan aku.
Kemampuanmu menyerap udara,
nyaris memaksa sekelilingmu,
untuk mati tercekik tanpamu.
Aku tidak pernah heran,
sejak petang itu,
kau mencuri hidup banyak orang.
Setidaknya aku tahu,
terima kasih padamu, manis..
Aku tahu diriku pernah hidup.
Dan kau?
Ah, tidak pernah ada batasan waktu.
Kau tidak pernah sekedar dicipta,
lalu harus berlalu.
Kau, manis...tidak pernah kadaluarsa.
Zaitun
Kalau aku kembali mengusik,
sekumpulan bianglala di sendu matamu,
kau hanya melihatku dengan seutas senyum.
Tidak tahukah kau,
masih belum sadar juga,
kita itu seperti oliva.
Dengan daun kecil menjangat,
bunga yang kuning,
buah pelok membulat telur.
Saat muda kita membawa kesegaran,
dengan warna hijau kekuningan yang khas.
Senja menggeser usia,
rasa kan abadikan kita.
Ekstrak ini tak perlu dicari.
Di Laut Tengah dan bahkan Syria.
Kita adalah oliva,
kau dan aku.
Anggur
Tua-tua keladi,
semakin tua semakin jadi.
Aku sering tertawakan dia,
yang berdiri di seberang cermin,
semakin hari semakin tua saja.
Aku tertawakan dia juga,
semakin terbahak nampaknya.
Jatuh cinta padamu,
kembang terindah di pasar Barito,
dara tercantik yang pernah ada.
Tapi pandai benar kau mainkan kata,
katamu sederetan uban ini karismatik,
buatku seperti anggur putih,
semakin tua semakin pekat.
Dengan kelezatan yang bertambah,
sejalan dengan waktu yang bergulir.
Memang kau perempuan hebat.
Manis raut wajah,
apalagi kata-kata.
Madu
Keras hatiku menyangkut begitu rupa,
bagai batuk tahunan.
Entah kau datang darimana,
dengan teksturmu yang kental,
bisa lembutkan aku.
Kemampuanmu menyerap udara,
nyaris memaksa sekelilingmu,
untuk mati tercekik tanpamu.
Aku tidak pernah heran,
sejak petang itu,
kau mencuri hidup banyak orang.
Setidaknya aku tahu,
terima kasih padamu, manis..
Aku tahu diriku pernah hidup.
Dan kau?
Ah, tidak pernah ada batasan waktu.
Kau tidak pernah sekedar dicipta,
lalu harus berlalu.
Kau, manis...tidak pernah kadaluarsa.
Zaitun
Kalau aku kembali mengusik,
sekumpulan bianglala di sendu matamu,
kau hanya melihatku dengan seutas senyum.
Tidak tahukah kau,
masih belum sadar juga,
kita itu seperti oliva.
Dengan daun kecil menjangat,
bunga yang kuning,
buah pelok membulat telur.
Saat muda kita membawa kesegaran,
dengan warna hijau kekuningan yang khas.
Senja menggeser usia,
rasa kan abadikan kita.
Ekstrak ini tak perlu dicari.
Di Laut Tengah dan bahkan Syria.
Kita adalah oliva,
kau dan aku.
Sunday, February 04, 2007
Kunjungan Surga
Bu, seperti apa itu surga?
Apakah warnanya putih susu,
wangi seperti ibu sehabis mandi,
empuk dan manis mirip gulali?
Surga itu indah, nak..
Baru dua kali menjenguk,
tapi Ibu ingat benar,
rasanya damai.
Yang pertama,
sedikit janggal di awal.
Manis dan hangat,
padahal di luar hujan lebat.
Saat pertama kamu dibuat,
tentu bersama bapakmu.
(ibu dulu masih polos!)
Yang kedua,
dua belas jam tak percuma.
Kau anakku, ditimang lenganku.
Ibu yakin,
surga yang kelak,
adalah langit di atas langit.
Lebih dari yang Ibu ceritakan.
Bu, seperti apa itu surga?
Apakah warnanya putih susu,
wangi seperti ibu sehabis mandi,
empuk dan manis mirip gulali?
Surga itu indah, nak..
Baru dua kali menjenguk,
tapi Ibu ingat benar,
rasanya damai.
Yang pertama,
sedikit janggal di awal.
Manis dan hangat,
padahal di luar hujan lebat.
Saat pertama kamu dibuat,
tentu bersama bapakmu.
(ibu dulu masih polos!)
Yang kedua,
dua belas jam tak percuma.
Kau anakku, ditimang lenganku.
Ibu yakin,
surga yang kelak,
adalah langit di atas langit.
Lebih dari yang Ibu ceritakan.
Saturday, February 03, 2007
Air Mata Gelisah
Aku ingin menangis.
Kata-katamu selalu mengeletek luka,
yang tak pernah sembuh karna waktu,
jadikanku fana sebelum abadi itu kubingkai.
Bagaimana aku bisa bermimpi,
sebelum pejamkan mata...
Bernyanyi sebelum menyela nafas,
bercinta sebelum menemukanmu?
Kaulah kepulan asap dari sebuah ceret yang berbunyi nyaring,
keluar dari didihan kata-kata yang kugodok hingga matang,
keluar aslinya, keluar asinnya, serasa dan memang benar,
habis terendam air mata.
Aku ingin menangis.
Kata-katamu selalu mengeletek luka,
yang tak pernah sembuh karna waktu,
jadikanku fana sebelum abadi itu kubingkai.
Bagaimana aku bisa bermimpi,
sebelum pejamkan mata...
Bernyanyi sebelum menyela nafas,
bercinta sebelum menemukanmu?
Kaulah kepulan asap dari sebuah ceret yang berbunyi nyaring,
keluar dari didihan kata-kata yang kugodok hingga matang,
keluar aslinya, keluar asinnya, serasa dan memang benar,
habis terendam air mata.
Friday, February 02, 2007
Gadis Kecil dan Sepatu Dansa
Aku menyukai gelap malam tanpa bintang,
saat cahya rembulan menyorotmu,
menyulap hamparan rumput jadi lantai dansa,
tak segan kembali memaknai kaki mungilmu.
Romantic waltz dan genteel fox-trot.
Kau tak butuh seorang pendamping,
mungkin angin diam yang mengatur langkahmu,
ataukah buana kembali tunduk atasmu?
Rasa-rasanya aku ingin ikut denganmu,
cukup disampirkan di bahu,
dan dikenakan sewaktu-waktu.
Mungkin tidak malam ini.
Biar gelitik rumput yang menadahmu,
kita masih punya banyak waktu.
Aku menyukai gelap malam tanpa bintang,
saat cahya rembulan menyorotmu,
menyulap hamparan rumput jadi lantai dansa,
tak segan kembali memaknai kaki mungilmu.
Romantic waltz dan genteel fox-trot.
Kau tak butuh seorang pendamping,
mungkin angin diam yang mengatur langkahmu,
ataukah buana kembali tunduk atasmu?
Rasa-rasanya aku ingin ikut denganmu,
cukup disampirkan di bahu,
dan dikenakan sewaktu-waktu.
Mungkin tidak malam ini.
Biar gelitik rumput yang menadahmu,
kita masih punya banyak waktu.
Thursday, February 01, 2007
Cze Wan Fan
Kalau ada yang bertanya,
kapan saat yang paling menyenangkan buatku,
mungkin itu jatuh pada makan malam.
Aku menikmati penantian itu denganmu.
Duduk diam dan berkata-kata.
Lima macam makanan pembuka,
kau masih dengan semburat merah di muka.
Sayur, buah, kacang-kacangan,
terkadang aku mampu buatmu tersedak,
entah apa lelucon yang kubicarakan.
(sebenarnya aku juga nyaris hilang akal!)
Menyusul tujuh macam menu utama,
kamu tidak alergi apapun,
itu yang kusuka.
Karena aku tukang makan,
walau kali ini yang makan semua inderaku,
kecuali mulutku.
Daging merah tidak terasa manis,
masih kalah dengan seutas senyummu.
Roti kukus juga tidak menarik lagi,
pipimu itu jauh lebih menggemaskan!
Yu ciu yu youk,
ada arak ada daging.
Kau sudah tenggelamkan aku,
dalam pesona matamu,
aku ini kapal yang limbung,
goncang sudah karnamu.
Tidak perlu bir atau arak,
hanya kamu sebagai kapten kapal.
Aku ingin menenggakmu,
Gan Pei! Biar habis sudah!
Sekali tenggak saja...
Entah kapan kau akan menyambut aku,
dan berkata, "Ching.."
Kalau ada yang bertanya,
kapan saat yang paling menyenangkan buatku,
mungkin itu jatuh pada makan malam.
Aku menikmati penantian itu denganmu.
Duduk diam dan berkata-kata.
Lima macam makanan pembuka,
kau masih dengan semburat merah di muka.
Sayur, buah, kacang-kacangan,
terkadang aku mampu buatmu tersedak,
entah apa lelucon yang kubicarakan.
(sebenarnya aku juga nyaris hilang akal!)
Menyusul tujuh macam menu utama,
kamu tidak alergi apapun,
itu yang kusuka.
Karena aku tukang makan,
walau kali ini yang makan semua inderaku,
kecuali mulutku.
Daging merah tidak terasa manis,
masih kalah dengan seutas senyummu.
Roti kukus juga tidak menarik lagi,
pipimu itu jauh lebih menggemaskan!
Yu ciu yu youk,
ada arak ada daging.
Kau sudah tenggelamkan aku,
dalam pesona matamu,
aku ini kapal yang limbung,
goncang sudah karnamu.
Tidak perlu bir atau arak,
hanya kamu sebagai kapten kapal.
Aku ingin menenggakmu,
Gan Pei! Biar habis sudah!
Sekali tenggak saja...
Entah kapan kau akan menyambut aku,
dan berkata, "Ching.."
Subscribe to:
Posts (Atom)