Manifestasi fisik
Ya, ambillah belati berlumur racun itu,
tancapkan ke jantungku tanpa ragu.
Lalu bilaslah tanganmu dan segera berkemas,
jangan lupa kenakan kasut di kedua kakimu.
Mulailah berjalan dari tarsus hingga memfis,
tuk temukan sungai tigris.
Perempuan Senja. Suka menulis sejak mengerti S-P-O-K. Hanya saja sekarang K berganti rupa jadi Kamu. Punya hubungan cinta benci dengan tulisan, rasa dan kenangan.
Sunday, April 24, 2005
Aku asyera, aku amaris
Masih kulihat gambaran sempurna,
pinggang dan buah dada yang penuh,
wajah molek dengan kulit sutra,
bibir merah menggoda.
Puji-pujian untuknya,
mengawan ke langit sana,
terbawa bayu timur dan selatan,
tetap dia bukan asyera.
Masih kulihat gambaran sempurna,
pinggang dan buah dada yang penuh,
wajah molek dengan kulit sutra,
bibir merah menggoda.
Puji-pujian untuknya,
mengawan ke langit sana,
terbawa bayu timur dan selatan,
tetap dia bukan asyera.
Indera
Telinga itu menguji kata-kata,
tapi hatilah yang menampinya.
Partikel keruh sekecil apapun,
takkan mampu lewati bilik kanan dan kiri.
Kau harus leburkan rasa menjadi utuh,
sebelum berkata cinta,
atau cinta berkata.
Telinga itu menguji kata-kata,
tapi hatilah yang menampinya.
Partikel keruh sekecil apapun,
takkan mampu lewati bilik kanan dan kiri.
Kau harus leburkan rasa menjadi utuh,
sebelum berkata cinta,
atau cinta berkata.
Insomnia
Adalah penipu yang berdiam diri,
atas gelisah yang memakan jaringan sel hatiku.
Tapi aku pun penipu yang jatuh cinta,
pada ia yang terbius panah lelah,
dan tengah tertidur pulas.
Adalah penipu yang berdiam diri,
atas gelisah yang memakan jaringan sel hatiku.
Tapi aku pun penipu yang jatuh cinta,
pada ia yang terbius panah lelah,
dan tengah tertidur pulas.
Saturday, April 23, 2005
Pasir, hujan dan cinta
Pasir di pantai dan dasar lautan,
tetes hujan dalam massa awan,
hingga yang menyentuh buana,
siapa gerangan dapat membilangnya?
Namun mereka tetap nyata,
membawa rasa yang luar biasa,
tanpa perlu ditakar pun dimiliki,
sama halnya cinta dalam hati.
Pasir di pantai dan dasar lautan,
tetes hujan dalam massa awan,
hingga yang menyentuh buana,
siapa gerangan dapat membilangnya?
Namun mereka tetap nyata,
membawa rasa yang luar biasa,
tanpa perlu ditakar pun dimiliki,
sama halnya cinta dalam hati.
Thursday, April 21, 2005
Animae dimidium meae
Aku ada karna aku mencinta.
Dalam hitungan masehi,
yang berlari cepat,
saat kau dekat.
Dalam kilasan detik,
yang lamban bergeser,
saat kau jauh.
Aku ada karna aku mencinta.
Dalam hitungan masehi,
yang berlari cepat,
saat kau dekat.
Dalam kilasan detik,
yang lamban bergeser,
saat kau jauh.
Manusia dan kami
Langit berputar,
kami masih terikat tanah,
menunggu siang untuk jemawa,
dan malam untuk tekur.
Saat kami kira cinta di atas maut,
maut berada di bawahMu.
Langit berputar,
kami masih terikat tanah,
menunggu siang untuk jemawa,
dan malam untuk tekur.
Saat kami kira cinta di atas maut,
maut berada di bawahMu.
Wednesday, April 20, 2005
Sebuah nama
Jangan panggil aku puteri,
aku sungguh tak layak.
Setahun telah mazul,
lepas dari manis anggur,
bunga pacar dan narwastu.
Bila nanti kau menyuntingku,
jadilah aku belahan jiwamu.
Seorang maharani pun,
masih rendah makamnya.
Jangan panggil aku puteri,
aku sungguh tak layak.
Setahun telah mazul,
lepas dari manis anggur,
bunga pacar dan narwastu.
Bila nanti kau menyuntingku,
jadilah aku belahan jiwamu.
Seorang maharani pun,
masih rendah makamnya.
Catatan kecil
Kau titip cinta dan kejujuran,
tentu kan kujaga dengan matang.
Karna sudah dari semula hingga nanti,
tak ada habisnya rasa kasih yang kuberi,
maujud dalam hatimu.
Kau titip cinta dan kejujuran,
tentu kan kujaga dengan matang.
Karna sudah dari semula hingga nanti,
tak ada habisnya rasa kasih yang kuberi,
maujud dalam hatimu.
Ugahari
Aku merindu jauh sebelum fajar ini.
Saat lengkung punggungmu begitu sempurna,
mendekap aku dalam basahnya rinai.
Aku merindu jauh sebelum fajar ini.
Saat lengkung punggungmu begitu sempurna,
mendekap aku dalam basahnya rinai.
Tuesday, April 19, 2005
Lebih dari cinta
Dalam rajut pori malam ini,
disela besi pagar yang beradu rel,
kulontarkan belasan degup rasa,
lewat sinar mata cokelatku.
Dalam rajut pori malam ini,
disela besi pagar yang beradu rel,
kulontarkan belasan degup rasa,
lewat sinar mata cokelatku.
Monday, April 18, 2005
Menuju gembur
Menggasak terang dengan keruh matamu,
seketika sunyi, seluruh alam dalam relungku.
Lambukkan dengan tarikan sendi dan gerak otot,
entah pijakan mana yang kita tengah gemburkan.
Menggasak terang dengan keruh matamu,
seketika sunyi, seluruh alam dalam relungku.
Lambukkan dengan tarikan sendi dan gerak otot,
entah pijakan mana yang kita tengah gemburkan.
Sunday, April 17, 2005
Loncatan
Berjeda dari banjar yang ada,
selangkah dua langkah hingga tepi.
Bisa jadi ini jagat raya yang keliru,
kita rapih sebelum berjelum.
Berjeda dari banjar yang ada,
selangkah dua langkah hingga tepi.
Bisa jadi ini jagat raya yang keliru,
kita rapih sebelum berjelum.
Tambalan hati
Jelujurmu kurang rapat,
masih miring barang seinci.
Jelatik masih bisa lolos,
apalagi pedih dan perih ini.
Jelujurmu kurang rapat,
masih miring barang seinci.
Jelatik masih bisa lolos,
apalagi pedih dan perih ini.
Ikebana
Menggait bunga beranjak subuh,
sampirkan sedikit embun,
menggubah sedemikian rupa,
takkan seindah berakar dalam tanah.
Menggait bunga beranjak subuh,
sampirkan sedikit embun,
menggubah sedemikian rupa,
takkan seindah berakar dalam tanah.
Kanan dan kiri
Melapiki telapak kaki kanan, sedikit bergegas.
Terompah yang tertinggal, kujinjing di tangan kiri.
Walau pasti tak sama tinggi, bobot tetap seimbang.
Melapiki telapak kaki kanan, sedikit bergegas.
Terompah yang tertinggal, kujinjing di tangan kiri.
Walau pasti tak sama tinggi, bobot tetap seimbang.
Saturday, April 16, 2005
::tempoe doeloe::
Masih teringat akan senja terindah itu,
yang lalu namun takkan pernah usai.
Pamitnya matari memantik arakan awan,
hingga pada muka perak rembulan.
Hadirnya kau pada lembar baruku,
nyatanya tlah direstui.
Masih teringat akan senja terindah itu,
yang lalu namun takkan pernah usai.
Pamitnya matari memantik arakan awan,
hingga pada muka perak rembulan.
Hadirnya kau pada lembar baruku,
nyatanya tlah direstui.
Versi
Saputangan bunga menutup mataku,
jantungku bertalu, aku gugup!
Kau mendekapku lalu berbisik,
warna belah langit yang luar biasa,
indah berpendaran bagai kristal.
Untuk apa kau susah payah berkata,
gambaranmu masih kurang sempurna,
aku tlah temukan klimaks bias dalammu,
dan dibalik saputangan bunga,
aku tidaklah buta.
Saputangan bunga menutup mataku,
jantungku bertalu, aku gugup!
Kau mendekapku lalu berbisik,
warna belah langit yang luar biasa,
indah berpendaran bagai kristal.
Untuk apa kau susah payah berkata,
gambaranmu masih kurang sempurna,
aku tlah temukan klimaks bias dalammu,
dan dibalik saputangan bunga,
aku tidaklah buta.
Pria Amerika-ku
Flanel usang kotak-kotak,
cukuran yang masih baru,
hawa segar rerumputan,
lengan kokoh kecoklatan.
Beberapa jenak takkan menelanmu,
pun luntur dari ingatan ujung jemariku,
dekap lengan serta pelukku,
sepasang mata dan satu rasa.
Flanel usang kotak-kotak,
cukuran yang masih baru,
hawa segar rerumputan,
lengan kokoh kecoklatan.
Beberapa jenak takkan menelanmu,
pun luntur dari ingatan ujung jemariku,
dekap lengan serta pelukku,
sepasang mata dan satu rasa.
Thursday, April 14, 2005
Sekarang dan nanti
Tambahkanlah umurku,
walau kita tak butuh penanggalan.
Bertahun-tahun, berpuluh bahkan,
agar jujur rasa dan sikap berbuah.
Puaskan ujung hasrat yang murni,
dan nanti kita pun pergi bersama,
bersemayam padaNya.
Tambahkanlah umurku,
walau kita tak butuh penanggalan.
Bertahun-tahun, berpuluh bahkan,
agar jujur rasa dan sikap berbuah.
Puaskan ujung hasrat yang murni,
dan nanti kita pun pergi bersama,
bersemayam padaNya.
Kuntum
Gaharu dan cendana,
langkahmu membawa mereka.
Entah angin bersekutu dengan siapa,
sibakkan aroma dari desir sutera indahmu.
Gaharu dan cendana,
langkahmu membawa mereka.
Entah angin bersekutu dengan siapa,
sibakkan aroma dari desir sutera indahmu.
Tuesday, April 12, 2005
[cinta??]
Aku sebagai subjek,
dan kamu juga subjek.
Kaidah yang salah,
tata bahasa yang kacau.
Dengan penyempurnaan,
semoga dapat dibenarkan.
Bila kata cinta tanpa imbuhan,
menjadi kata penghubung.
Aku sebagai subjek,
dan kamu juga subjek.
Kaidah yang salah,
tata bahasa yang kacau.
Dengan penyempurnaan,
semoga dapat dibenarkan.
Bila kata cinta tanpa imbuhan,
menjadi kata penghubung.
2 + 1
Dua mata, mereka sepasang.
Awas melihat kamu, sedari awal.
Pahatan terindah, wadah ruh tersuci.
Sekiranya mata ketiga hadir,
sebelum detik penentuan,
hipotesa akan tetap sama.
Kamu, satu-satunya pilihan.
Terbaik dari yang terbaik.
Dua mata, mereka sepasang.
Awas melihat kamu, sedari awal.
Pahatan terindah, wadah ruh tersuci.
Sekiranya mata ketiga hadir,
sebelum detik penentuan,
hipotesa akan tetap sama.
Kamu, satu-satunya pilihan.
Terbaik dari yang terbaik.
Penanggalan kesepuluh
Belum genap sepuluh putaran,
purnama yang mungkin sama singgah.
Ganjil sudah hitungan keseratus,
untuk aku mengantar malam dengan pinta,
dan landaskan fajar dengan doa.
Semua tentang kita,
dan tiada yang terlepas dari kita.
Suburlah rasa tunggal yang majemuk,
karna disinari rembulannya suria.
Belum genap sepuluh putaran,
purnama yang mungkin sama singgah.
Ganjil sudah hitungan keseratus,
untuk aku mengantar malam dengan pinta,
dan landaskan fajar dengan doa.
Semua tentang kita,
dan tiada yang terlepas dari kita.
Suburlah rasa tunggal yang majemuk,
karna disinari rembulannya suria.
Ikatan
Bersenggama,
hitam atas putih.
Buat kontrak mati,
dalam hidup kali ini,
kau dan aku abadi.
Bersenggama,
hitam atas putih.
Buat kontrak mati,
dalam hidup kali ini,
kau dan aku abadi.
Hanya prolog
Ya, lelahkan saja neuronku.
Hingga teriakan jiwa tak mengumpan,
lalu kucampakkan impotennya.
Tulang merepuh, tinggalkan aku,
keras-keras dalam lelehku.
Ya, lelahkan saja neuronku.
Hingga teriakan jiwa tak mengumpan,
lalu kucampakkan impotennya.
Tulang merepuh, tinggalkan aku,
keras-keras dalam lelehku.
Aku, termangu...
Dia yang satu,
di atas langit biru,
bertitah penuh haru,
akan mereka yang bisu.
Dia yang satu,
di atas langit biru,
bertitah penuh haru,
akan mereka yang bisu.
Saturday, April 09, 2005
Kosa kata rindu
Kecapiku bermain sempurna,
dalam keluk jemari seorang pecinta.
Tanpa debur jantung yang pasti,
karna disitulah misteri terindah.
Pertautan rindu yang bertahta atas namanya,
terasa lebih mematikan dari genderang perang.
Ditabuh, bertabuh dan menabuhkan,
seirama degup jantung yang lebih dari sekedar bertalu.
Kecapiku bermain sempurna,
dalam keluk jemari seorang pecinta.
Tanpa debur jantung yang pasti,
karna disitulah misteri terindah.
Pertautan rindu yang bertahta atas namanya,
terasa lebih mematikan dari genderang perang.
Ditabuh, bertabuh dan menabuhkan,
seirama degup jantung yang lebih dari sekedar bertalu.
Tik tok yang terhenti
Tak pantas kau turutkan ranggas dalam jalinan frase,
karna hangat dan beku datang bersamaan,
dan berulang terus dalam sedetik pertemuan.
Aku yang hangat, kau kecup kau cumbu.
Waktu yang beku, kau jarah, kau repih.
Kita yang masih tetap berjalan,
walau di luar lingkar waktu.
Tak pantas kau turutkan ranggas dalam jalinan frase,
karna hangat dan beku datang bersamaan,
dan berulang terus dalam sedetik pertemuan.
Aku yang hangat, kau kecup kau cumbu.
Waktu yang beku, kau jarah, kau repih.
Kita yang masih tetap berjalan,
walau di luar lingkar waktu.
Warna
Sutera jingga di balik perak rembulan,
berubah warna jadi kelabu menghitam.
Seharusnya putih, mungkin sedikit tembus pandang.
Ya, selayaknya itu adalah murni.
Sutera jingga di balik perak rembulan,
berubah warna jadi kelabu menghitam.
Seharusnya putih, mungkin sedikit tembus pandang.
Ya, selayaknya itu adalah murni.
Orionku
Purnama nyaris menghilang,
maka kutarik dataran buana,
menumpukan kaki lelah di atasnya,
menyenderkan lengkung punggung,
dan rebahkan diri..
Melihat indahnya langit terjangkau mata batin,
dengan titik bintang yang kurangkai sendiri,
jadi estetika tiada tanding,
kamu.
Purnama nyaris menghilang,
maka kutarik dataran buana,
menumpukan kaki lelah di atasnya,
menyenderkan lengkung punggung,
dan rebahkan diri..
Melihat indahnya langit terjangkau mata batin,
dengan titik bintang yang kurangkai sendiri,
jadi estetika tiada tanding,
kamu.
Wednesday, April 06, 2005
Trilogi
Layangkan pandang pada tubuh,
yang gemetar hingga buluh terasa gempa,
dan semua karna candumu.
Setubuhi aku sebelum terik mengiba,
karena diri ini hanya berisikan kamu,
sampai degup jantung teriakkan namamu.
Lalu setelah itu, tahirkan dengan kecup di pipi,
sebarkan merah dadu yang muncul kala fajar.
Layangkan pandang pada tubuh,
yang gemetar hingga buluh terasa gempa,
dan semua karna candumu.
Setubuhi aku sebelum terik mengiba,
karena diri ini hanya berisikan kamu,
sampai degup jantung teriakkan namamu.
Lalu setelah itu, tahirkan dengan kecup di pipi,
sebarkan merah dadu yang muncul kala fajar.
Rangkaian intermezzo
Nyeri pada lengan,
yang kian jaga waktu,
tak berontak.
Lemah pada pundak,
yang menopang beban,
sepanjang sejarah.
Letih pada betis,
yang tak henti berlari,
mencari permukaan yang rata.
Aku sudah imun,
tak lagi memaknai derita.
Karena cinta tlah hadir,
atas nama kita.
Nyeri pada lengan,
yang kian jaga waktu,
tak berontak.
Lemah pada pundak,
yang menopang beban,
sepanjang sejarah.
Letih pada betis,
yang tak henti berlari,
mencari permukaan yang rata.
Aku sudah imun,
tak lagi memaknai derita.
Karena cinta tlah hadir,
atas nama kita.
Monday, April 04, 2005
Indah, tak terucap
Tertera aku,
terlukis kita.
Semakin larutnya kamu,
dan terpenjaranya aku.
Merepih sukar,
sapukan kelikir,
sisakan dahaga rasa,
yang kan terisi nanti.
Tertera aku,
terlukis kita.
Semakin larutnya kamu,
dan terpenjaranya aku.
Merepih sukar,
sapukan kelikir,
sisakan dahaga rasa,
yang kan terisi nanti.
Sunday, April 03, 2005
Warisan
Suara laut menderu,
begitu tinggi dalam bising.
Keraskan hati,
beratkan telinga,
lekatkan mata,
pupuskan ingin.
Biar aku sembuh dari luka,
yang datang dari pesta pora.
Biar aku bisa berbalik dan pergi,
tinggalkan semua gempita.
Suara laut masih tetap menderu,
tapi aku tak lagi mendengar.
Suara laut menderu,
begitu tinggi dalam bising.
Keraskan hati,
beratkan telinga,
lekatkan mata,
pupuskan ingin.
Biar aku sembuh dari luka,
yang datang dari pesta pora.
Biar aku bisa berbalik dan pergi,
tinggalkan semua gempita.
Suara laut masih tetap menderu,
tapi aku tak lagi mendengar.
Mercusuar
Menyela kabut, jauh-jauh hari.
Tinggi menjulang dekat semenanjung.
Merah dan putih.
Tidak lebih tinggi dari gedung pencakar langit.
Tidak lebih kuat dari dinding berkubu.
Tidak lebih indah dari istana raja.
Menarikku, mempesonaku,
menerangiku, mengamankanku,
dan kemudian menenangkanku,
hingga akhirnya melelapkanku.
Menyela kabut, jauh-jauh hari.
Tinggi menjulang dekat semenanjung.
Merah dan putih.
Tidak lebih tinggi dari gedung pencakar langit.
Tidak lebih kuat dari dinding berkubu.
Tidak lebih indah dari istana raja.
Menarikku, mempesonaku,
menerangiku, mengamankanku,
dan kemudian menenangkanku,
hingga akhirnya melelapkanku.
Braile dan namamu
Semalam aku jatuh buta,
tidak karena mati lampu,
ataupun gerhana.
Aku mendadak buta,
karena ujung jariku berbicara,
walau dalam gelap yang kelam.
Satu, dua hingga sepuluh,
memaknai kamu perlahan.
Seakan tengah menyesapmu,
menelusuri namamu dengan huruf Braile!
Semalam aku jatuh buta,
tidak karena mati lampu,
ataupun gerhana.
Aku mendadak buta,
karena ujung jariku berbicara,
walau dalam gelap yang kelam.
Satu, dua hingga sepuluh,
memaknai kamu perlahan.
Seakan tengah menyesapmu,
menelusuri namamu dengan huruf Braile!
Linier berulang
Aku dan kamu berkelana,
menapaki lingkar waktu linier,
di atas pelana kuda perkasa.
Kali keseribu dengan pola yang sama,
mungkin ada yang tengah guncangkan buana,
tapi kita tetap melangkah sempurna.
Seakan tak tersentuh cela,
hanya ada tapal yang menipis...
Aku dan kamu berkelana,
menapaki lingkar waktu linier,
di atas pelana kuda perkasa.
Kali keseribu dengan pola yang sama,
mungkin ada yang tengah guncangkan buana,
tapi kita tetap melangkah sempurna.
Seakan tak tersentuh cela,
hanya ada tapal yang menipis...
Friday, April 01, 2005
Remah/remeh
Lantunan indahmu terbit,
saat genting datang,
dan kau anggap itu remeh.
Sedangkan buatku itu remah,
yang perlahan membangun,
tak lupa jua meruntuhkan.
Sempatkan waktu,
untuk menggores tinta.
Sederhana perilaku,
yang berakhir sempurna.
Lantunan indahmu terbit,
saat genting datang,
dan kau anggap itu remeh.
Sedangkan buatku itu remah,
yang perlahan membangun,
tak lupa jua meruntuhkan.
Sempatkan waktu,
untuk menggores tinta.
Sederhana perilaku,
yang berakhir sempurna.
Subscribe to:
Posts (Atom)